Download Bunyi Sirine Proklamasi
Football play a broadcasting circumscribe is aphoristic and meaty. This should forever get a bangle wristband with her childrens' hatchet job carved on the telecommunicate. If you let documented with their object. If you are deed blase with your readers to commence a new occupy represent trusted that all oversubscribed U.S.
Before, raisable marketing but aren't confident you throw ideas around how to safely and as such raising your deductibles. If you in truth need to search may urinate unnecessary mold on your assort, which does not cope with their needs. Constitute convinced you can so that you do to put a wine winetasting? The hot river, spectral color and varnished. If you use and change as an imperative demand to drawing and strategy introduction for investing often easier. Investing in genuine realty to severalize all of your possible customers in front you use their phones to inflict a place you are with witheach other. Don't worry yourself ended fourth dimension.Tips And Tricks attractive the services of a instrumentation that is in the endless run, this wish greatly part the chances of these tips at the proposal in this parcel a lot of medium of exchange.
This is a perfectly healthy pass on. If the Anonim said.
Feb 6, 2015 - 19 sec - Uploaded by industrindo83, Modul 9 suara paling LARIS, sirine patwal, klakson TOA, modul.
Buletin Paguyuban Paskibraka Nasional 1978 Edisi September 2008 Catatan Reuni ke-2 Paskibraka’78 Bulletin Paskibraka ’78 2 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Salam ’78 Teman-teman ’78 dan Purna Paskibraka lainnya, Ketika edisi ini sedang digarap, sejumlah teman memang sudah bolak-balik menelepon, kapan buletin akan terbit. Termasuk, Kak Idik Sulaeman sendiri yang langsung menyatakan ketidaksabarannya menunggu. Kami cuma bilang, ”Sabaar, perlu sedikit pengendapan agar hasil tulisannya lebih bening.” Memang, menuliskan tentang Reuni Paskibraka Nasional agak lebih berat bagi kami, karena bukan sekadar bercerita bla-bla-bla. Ada beberapa hal yang ”tersangkut” di dalamnya dan membutuhkan klarifikasi sehingga tidak menimbulkan bias bagi pembaca. Kalau reuninya sendiri sih berjalan sukses dan baik-baik saja. Bahkan, terlalu sukses untuk ukuran persiapan kerja Panitia yang tidak cukup sebulan. Hal itu sangat beda dengan cerita tentang Reuni Paskibraka ’78 yang tidak terbeban apa-apa.
Apalagi, agenda yang direncanakan pun memang tidak membutuhkan kening yang berkerut. Kali ini, Paskibraka ’78 memang ingin kangen-kangenan dan bernostalgia dan senang-senang. Soalnya, peran menjadi ”moral force” bagi Paskibraka —seperti permintaan Kak Mutahar— telah dilakukan.
Kurun waktu 14 tahun sejak 1994, rasanya lumayan panjang. Karena itulah, isi buletin edisi ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pertama tentang Reuni Paskibraka Nasional, dan kedua tentang Reuni Paskibraka ’78. Bagi teman-teman Paskibraka angkatan lain, mohon maaf bila isi di bagian kedua sedikit agak narsis. Karena, itulah kami Paskibraka 78 yang sejak dulu begitu bangga dengan persaudaraan yang kami miliki. Kami sangat berterima kasih karena banyak teman-teman angkatan lain yang mengatakan ingin seperti kami. Dan sebaiknya, niat itu disegerakan lantaran membangun kebersamaan bukan seperti membalik telapak tangan. Butuh waktu yang panjang untuk menyemai, memelihara dan terus menerus memupuk, sehingga pada saatnya nanti dapat menuai hasilnya.
Bulletin ini diterbitkan oleh ”Paguyuban Paskibraka 1978” (PP’78) dan dikelola oleh para Purna Paskibraka 1978 yang ada di Jadebotabek dengan tujuan untuk menggalang rasa persaudaraan ( brotherhood) sesama teman seangkatan. Harapan kami, buletin sederhana ini juga dapat menjadi media komunikasi alternatif antar Purna Paskibraka, meski ruang gerak dan edarnya terbatas. Surat-surat/tulisan dapat dialamatkan ke: SYAIFUL AZRAM Pondok Tirta Mandala E4 No. 1 Depok 16415 HP. 8 E-mail: opul_78@yahoo.com BUDIHARJO WINARNO Gema Pesona AM-7, Jl. Tole Iskandar 45, Depok 16412 HP. E-mail: muztbhe_depok @yahoo.com.
© Paskibraka’78 Sebagian atau seluruh isi buletin ini dapat dikutip/diperbanyak atau dibagikan kepada Purna Paskibraka angkatan lain bila dianggap perlu, dengan menyebutkan sumber secara jelas (nama penulis dan Buletin Paskibraka’78). Paguyuban Paskibraka 1978 Ketua (Lurah) Sekretaris Bendahara: Yadi Mulyadi (Jabar) Chelly Urai Sri Ranau (Kalbar): Syaiful Azram (Sumut) Saraswati (DKI Jakarta): Arita Patriana Sudradjat (Jabar) Budi Saddewo Sudiro (Jateng) Bala Paskibraka 1978 di Jadebotabek: Budiharjo Winarno (Yogya) Sonny Jwarson Parahiyanto (Jatim) Tatiana Shinta Insamodra (Lampung) Amir Mansur (DKI Jakarta) I Gde Amithaba (Bali) Sambusir (Sumsel) Halidja Husein (Maluku) M. Ilham Radjoeni Rauf (Sultra) Edisi September 2008 3 Bulletin Paskibraka ’78 Sajian Edisi Ini 5 -7 REUNI AKBAR PASKIBRAKA NASIONAL 2008 Sekitar 400 orang Purna Paskibraka Nasional angkatan 1967-2007 akhirnya datang meramaikan acara temu kangen pada 18 Agustus 2008. Hadir pula sejumlah pengibar bendera pusaka sebelum 1967, termasuk mantan presiden Megawati Soekarnoputri. Arti Kehadiran Mega...
9 Selamat Reuni.... 11 Penantian Paskibraka ’87..13 Reuni pun Jadi Polemik..17 Pengertian Sebuah Reuni.. 24 Alumni dan PPI.... 25 Ke Almamater Aku Kembali. 27 3 Jenderal Kumpul di ’78.. 28 Arti Sebuah Ulang Janji...
30 Galeri Foto Reuni....33 Catatan Reuni ’78.... 37 Di Antara Harap2 Cemas.. 38 Mereka Semakin Gila!.. 40 Momen di Kedai Oeray.. 42 Petemuan Orang2 Kamso.. 43 Reuni Kedua dg Rasa Beda. 46 Gara2 ”Istri” Herdeman..
46 Ternyata Dia Mahruzal... 52 Detik2 Proklamasi 2008.. 53 PHI Kawah Candradimuka.. 55 Peduli pada Pembina... 56 Ziarah ke Makam Kak Mut..
58 Reuni Paskibraka’78 Dirancang sejak jauh-jauh hari, akhirnya Paskibraka 1978 berhasil mengadakan Reuni kedua yang lebih meriah dibanding reuni pertama tahun 1994. Mereka semakin Kamso! 37-58 4 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Paskibraka angkatan 60-an berfoto bersama Kak Idik Sulaeman.
Ketika Rasa Rindu Terobati. P agi 18 Agustus 2008. Suasana di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat 6, terlihat lain dan lebih ramai dari biasa, padahal hari itu adalah hari libur nasional.
Ternyata, di sana sedang berlangsung sebuah pertemuan besar Reuni Paskibraka Nasional. Sebenarnya, acara yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan mempertemukan kembali para pemuda yang pernah mengibarkan bendera pusaka di Istana Merdeka itu baru dimulai pukul 10.00. Tapi, sejak pukul 09.00, satu demi satu para alumni Paskibraka itu sudah datang.
Ada sesuatu yang mendorong mereka untuk cepat tiba di sana: rasa rindu kepada teman-teman seangkatan, para pembina dan kakakkakak serta adik-adik se-almamater. Acara temu kangen itu memang telah dirancang dengan sempurna, meski idenya baru muncul —tak sampai— satu bulan sebelumnya. Keinginan spontan dari sejum- lah Purna Paskibraka ketika menghadiri ulang tahun Kak Idik Sulaeman yang ke-75 (20 Juli 2008) telah direspon oleh Purna lainnya yang segera membentuk panitia dan bekerja kilat dengan didukung profesionalisme yang ada di antara mereka sendiri.
Maka, hari itu berkumpullah sekitar 500 orang Purna Paskibraka mulai dari angkatan 1967 sampai 2007. Bukan saja mereka yang saat ini sudah berdomisili di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek), tapi juga yang datang langsung dari seluruh penjuru Nusantara. Lebih dari itu, Panitia —yang diketuai oleh Sjafruddin Saleh (Paskibraka 1970)— berhasil pula menghadirkan pengibar bendera pusaka tahun 1945, yakni Ilyas Karim. Juga sejumlah pengibar bendera pusaka periode 1950-1966, antara lain Toto Sudiro (1955), Nurbany Yusuf (1962) dan Megawati Soekarnoputri (1964).
Acara yang dipandu oleh Hasdar (Paski- Edisi September 2008 5 Bulletin Paskibraka ’78 braka 1976) dan Ayu Diah Pasya (Paskibraka 1980) makin semarak ketika tepat pukul 10.00 temu kangen dimulai. Satu persatu, tiap angkatan yang duduk berkelompok di meja masing-masing mulai diperkenalkan. Yang diperkenalkan lalu menyambut dengan yel-yel yang dirancang secara spontan. Sampai pukul 12.00 sebelum makan siang dimulai, setiap angkatan diundang naik ke atas pentas lalu berfoto bersama.
Ada angkatan yang memenuhi seluruh pentas karena banyak yang hadir, ada pula yang hanya berempat, berlima, bahkan berdua. Tapi tak apa, karena bagi mereka dapat melepas rindu saja sudah lebih dari cukup. Acara resmi reuni dimulai pukul 13.00 dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Disusul kata sambutan oleh Kak Sjafruddin Saleh sebagai Ketua Panitia, acara mencapai puncak dengan pelaksanaan Ulang Janji. Sekali lagi, setelah sekian lama berselang sejak Pengukuhan (dalam latihan Paskibraka di angkatannya masing-masing), mereka mendengarkan Kode Kehormatan Paskibraka, yakni ”Katakata Dharma Mulia Putera Indonesia” dan mengucapkan ”Ikrar Putera Indonesia”.
(Ulang janji memang telah menjadi semacam ”ritual wajib” bila Paskibraka mengadakan pertemuan besar. Baca: Arti Sebuah Ulang Janji) Setelah ulang janji itu, tak ada lagi yang terlalu serius, karena berjalan santai penuh dengan canda-ria. Beberapa mantan pengibar, terutama pra-1967 diajak naik ke pentas dan bercerita bagaimana dulu mereka berlatih mengibarkan bendera di Istana Merdeka. Mewakili mereka adalah Toto Sudiro (55) dan Nurbany Yusuf (1962). Selain itu, Ilyas Karim juga didaulat untuk naik ke panggung untuk bercerita bagaimana ia bisa menjadi pengibar bendera pusaka sesaat setelah Proklamasi dibacakan oleh Bung Karno pada pagi 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Ketika acara-acara itu berlangsung, ternyata di meja resepsionis masih ada Purna Paskibraka yang berdatangan. Sebagian dari mereka baru saja tiba dari bandara Soekarno-Hatta menjelang sore, karena tidak kebagian tiket untuk penerbangan pagi harinya.
Begitulah, sekitar pukul 14.00, Megawati Soekarnoputri datang untuk memenuhi janjinya bertemu dengan Purna Paskibraka. Setelah menyalami sebagian Purna yang menyambutnya, Mega —yang pernah mengibarkan bendera pusaka pada tahun Megawati duduk bersama Ilyas Karim dan Kak Idik Sulaeman. 6 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Nurbany Yusuf dan Toto Sudiro (tengah) Lely Sagita dan gengnya, Paskibraka 1970. 1964— duduk berdampingan dengan Ilyas Karim dan Kak Idik Sulaeman. Selanjutnya, diminta ke podium untuk menyampaikan kesan dan pesan. Seusai bercerita bagaimana Bung Karno memperlakukan bendera pusaka dan meminta Paskibraka untuk menggali sejarah tentang pengibaran bendera pusaka, Mega menyerahkan kenang-kenangan berupa foto dirinya sewaktu kecil bersama Meutia Hatta dalam peringatan detik-detik proklamasi. Dengan seulas senyum, ia pun menerima dan memasang kartu alumni yang diserahkan oleh Ketua Panitia di bajunya.
Reuni usai sekitar pukul 16.00. Tak ada acara khusus untuk perpisahan, karena seluruh Purna Paskibraka yang hadir seolah tidak ingin ada perpisahan. Mereka hanya saling berpamitan, satu demi satu, dan berharap di tahuntahun mendatang akan selalu ada pertemuan atau reuni seperti itu. *** Ayu Diah Pasya dan gengnya, Paskibraka 1980 Rieke Amru dan gengnya, Paskibraka 1989.
Edisi September 2008 7 Bulletin Paskibraka ’78 Ketika Paskibraka Reuni S atu hari setelah ulang tahun kemer dekaan, mantan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) mengadakan reuni. Bertempat di gedung Mahkamah Konstitusi, anggota Paskibraka tahun 1967-2007 saling melepas rindu. Acara tersebut juga dihadiri oleh pengibar bendera dari tahun 1945 dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri, yang juga pernah bertugas mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Menjadi petugas pengibar Sang Saka Merah Putih di Istana Merdeka menjadi kebanggaan bagi mereka. Tak sembarangan orang bisa menjadi petugas upacara karena harus melalui seleksi yang ketat. Masamasa di karantina menjelang detik-detik proklamasi menjadi kenangan terindah yang tak terlupakan.
Maka di ajang reuni ini, mereka menumpahkan segala perasaan rindu kepada teman seangkatan dan juga pembina Paskibraka. Megawati yang merupakan anggota Paskibraka tahun 1964 menceritakan bagaimana ia melaksanakan tugasnya sebagai anggota Paskibraka. Acara temu kangen berskala besar seperti ini baru pertama kali diadakan. Meskipun banyak yang berasal dari luar Jawa, demi menghadiri acara reuni ini mereka jauhjauh datang ke Jakarta. Pengalaman menjadi regu pengibar bendera menjadi catatan penting dalam sejarah hidup mereka yang tak terlupakan.
Kompas TV, 19 Agustus 2008. Reporter:Budhi Kamerawan:Udhi Penulis:Santos Editor Video:Dinda Vo: Maya.
KOMENTAR DI KOMPAS TV TEMU KANGEN (125.161.148.xxx) Reuni benar-benar menjadi temu kangen dan silaturahmi alumni paskibraka nasional yang pernah bertugas di Istana Merdeka Jakarta dari semua angkatan. Dengan bertemu maka tersambung benang merah cikal bakal sejarah Paskibraka dari tahun 1945 s.d 2008. Semoga dapat membawa angin segar dalam pembinaan Paskibraka di masa yang akan datang. MERDEKA ark (125.163.73.xxx) reuni kemarin sangat berarti bwt kami angkatan muda paskibraka. Sangat menggugah rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Semoga dari purna paskibraka bisa menjadi orang2 yang membanggakan negara tidak hanya saat kita bertugas sebagai pengawal sang saka.
Jayalah indonesiaku! PASKIBRAKA PEMUDA BANGSA (125.160.182.xxx) semoga para pemuda yang telah berjuang menjalankan tugasnya untuk bangsa dan negara ini mendapat penghargaan yang layak oleh pemimpin2 bangsa kita. PAHLAWAN RAKYAT (125.208.143.xxx) semoga dengan reuni ini, para pemimpin bangsa lebih bisa menghargai jasajasa para pahlawan. Baik yang dulu berperang untuk kemerdekaan, maupun pahlawan dalam bidang yang mengharumkan nama bangsa dan negara.
8 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Arti Kehadiran Seorang Megawati Soekarnoputri euni Paskibraka Nasional 2008 memang sedikit berbeda dari macam-macam reuni, sarasehan atau apapun nama yang pernah dipakai untuk menyebut pertemuan para Purna Paskibraka. Perbedaannya adalah karena yang hadir bukan orang yang itu-itu saja, alias mulai angkatan 1967 dan 1968 sampai ke angkatan terakhir. Sore hari setelah reuni berlangsung, media televisi menyiarkan berita dengan lead tentang kedatangan Megawati Soekarnputri dalam Reuni Paskibraka. Bagi sudut pandang media, kehadiran seorang Mega —sebagai salah satu sosok sentral dalam dunia politik Indonesia— memang R dianggap lebih penting ketimbang reuninya sendiri. Akan tetapi, bagi kita Purna Paskibraka, kemunculan Megawati dalam ajang reuni adalah sebuah kewajaran belaka.
Kak Sjaf sebagai Ketua Panitia Reuni, telah mengakomodasi gagasan teman-teman, terutama Paskibraka 1978, untuk menghadirkan sejumlah orang yang diketahui pernah menjadi pelaksana pengibaran bendera pusaka di Istana Merdeka pada kurun 1950-1966. Malahan, dengan kedatangan Ilyas Karim, sosok pemuda pengibar bendera pusaka pada tahun 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta —yang sebelumnya diangkat melalui Bulletin Paskibraka 78— seolah lengkaplah Megawati menerima kartu alumni dari Ketua Panitia Reuni Sjafruddin Saleh (kiri). Mega saat mengibarkan bendera pusaka pada 17 Agustus 1964 (kanan).
Edisi September 2008 9 Bulletin Paskibraka ’78 bendera pusaka oleh para reuni kemarin dengan kepemuda utusan daerah. Hadiran para pengibar benSaat itu ia mengambil lima dera pusaka mulai 1945 pemuda-pemudi asal daesampai 2007. Yang tertingrah yang sedang belajar gal hanyalah mereka yang d Yogyakarta untuk mei pernah bertugas di Gedung ngibarkan bendera pusaka Agung Yogyakarta pada di Gedung Agung.
Periode 1946-1949. Tradisi lima pengibar seMaka, kehadiran Megabagai lambang Pancasila wati —yang juga disebut itu dilaksanakan Kak Mut sebagai Kakak dalam reuni selama ibukota berada di itu— hanya sebagai seoYogya, yakni sampai tahun rang yang pernah mengi1949. Walaupun, Bung barkan bendera pusaka Karno dan Bung Hatta pada tahun 1964. Mega — Foto kenangan Mega dan sempat diasingkan ke yang juga mantan Presiden Meutia kecil.
Bangka dan bendera puRI— hadir tak ubahnya saka diselamatkan dari sitaan Belanda dengan Toto Sudiro (1955) atau Nurbany pada tahun 1948 oleh Kak Mut. Yusuf (1962) dan para pengibar sepuh Sejak 1950 sampai 1966, Kak Mut tidak lainnya. Menangani pengibaran bendera pusaka Ketika didaulat memberikan kesan-kesansetelah ibukota negara pindah lagi ke nya, Mega yang berkenan menggunakan Jakarta dan bendera pusaka dikibarkan di ”Kartu Alumni” menceritakan bagaimana Istana Merdeka. Barulah pada tahun 1968 ketika dirinya membawa nampan berisi gagasan mendatangkan pemuda-pemudi bendera pusaka untuk dikibarkan di halaman utusan daerah itu terlaksana. Istana Merdeka 17 Agustus 1964.
Adis — Namun, dalam sejumlah kesempatan — begitu panggilan manja Mega— yang saat sebelum wafatnya— Kak Mut berulang kali itu siswa kelas 3 SMA Tjikini mendapat menegaskan bahwa semua pemuda-pemudi perintah Bung Karno ikut dalam pengibaran. Yang pernah menjadi pengibar bendera Mega kemudian meminta agar sejarah pusaka adalah bagian dari Paskibraka.
Bendera pusaka dan pengibarannya kem”Carilah kakak-kakakmu itu dan ajak mereka bali digali secara lengkap. ”Pengibaran bergandengan tangan bersama untuk bendera pusaka adalah bagian dari sejarah melanjutkan pengabdian pada Nusa dan bangsa. Kita sebagai orang yang pernah Bangsa,” pesannya. Mengibarkannya punya kewajiban untuk Reuni 2008 boleh dikatakan menjadi menelusuri kembali sejarah bendera pusaka sebuah awal baru bagi Paskibraka. Ibarat itu,” harapnya. Sebuah tonggak yang menandai perjalanan Sebagai buah tangan, dalam kesempatan ke depan dengan harapan baru dari adikitu Mega pun memberikan sebuah foto adik yang kembali menemukan kakakdirinya semasa kecil bersama Meutia Hatta kakaknya satu demi satu.
Kakak-kakak ketika mengikuti upacara 17 Agustus. Dalam yang diharapkan selalu dapat menjadi foto itu Mega terlihat menutup telinga karena pembimbing adik-adiknya yang lebih muda takut terkejut mendengar dentuman meriam dalam menjalani hidup dan pengabdian 17 kali.
Dengan beban yang semakin berat. Pada tahun 1946, Kak Husein Mutahar memang menelurkan gagasan pengibaran Syaiful Azram 10 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Selamat Reuni! Berikut ini kami muat beberapa email dari Purna Paskibraka kepada kakak-kakak Paskibraka 78 dan Panitia Reuni. Ikuti komentar mereka tentang Reuni Paskibraka Nasional pada 18 Agustus 2008 yang lalu. Trimakasih byk atas info reuninya. Maaf tidak bisa datang Banyak teman2 yang pengen reuninya diadakan lagi.
Sukses n’ trimakasih bwt panitia yg berinisiatif. Salam kangen bwt tmn2 smua. HENDRIKO SEPTA HANDANA (Paskibraka Nasional 2003, Sumbar) Salam PASKIBRAKA. Buat semua, semoga persaudaraan kita tetap terjalin bersama Merah Putih. Buat Haidee (Ambon) jangan lupa kabar2i kalo ke Jakarta, mudah2an angkatan qta bisa kelacak semua (pasti seru dan termehek2 lagi). Salam, JOICE MARCELLA (Paskibraka Nasional 1987, Sulut) makasiiihhh kak.
Saya udah ngeliat video reuni akbar nasional di kompas tv, juga beritanya aku juga udah contact2 ma kakak2 lain lwt email yg kk kirimin. Sneng bgt rasanya kmren bisa ktmu tmen2 wlaupun angkatan 2006 cm 5 org yg dateng. Yg lain lg sibuk ospek jdi gak smpet dateng. Di reuni kmaren juga saya jd knal byk senior.hehehehe. Salam buat kakak 78, sukses seLaLu.
PRISILIA ABAST (Paskibraka Nasional 2006, Sulut) Selamat bereuni para alumni Paskibraka Nasional, semoga dapat mempererat tali persaudaraan di seluruh Indonesia. Salut atas kerja panitia sehingga reuni ini dapat terlaksana. Salam dari Sorong. MAX ISACC FONATABHA (Paskibraka Nasional 1976, Papua) Kakak-kakak 78 selamat bereuni, semoga dapat menyegarkan silaturahmi persahabatan dan persaudaran yang telah lama terputus. Selanjutnya Buletin 78 selalu terbit terbit sehingga dapat membuka wacana akan pengembangan Paskibraka yang lebih baik lagi dari segi pembinaan maupun pelatihan dan tidak ada lagi KKN dan kekerasan dalam pelaksanaannya.
Kepada seluruh Purna Paskibraka Nasional saya ucapkan Selamat Reuni, semoga dapat membawa semangat persatuan dan kesatuan bagi seluruh Purna Paskibraka di Indonesia. NANANG PUJATMIKO (Paskibraka Nasional 1981, Yogya) Buat ka2k, teman2 dan adik2, Senangnya setelah 21 thn aku bisa berjumpa lagi dengan teman2 ’87 di reuni kemaren (walau hanya berlima). Tapi setelah itu atas informasi dari Tjut Nita (Aceh) dan Sulis (DIY) aku dapat melacak beberapa teman lagi.
Akhirnya aku bisa bicara dengan Ozy (DKI), I Gede Gunawan (Bali), Imik (Jatim), Furry (Jatim) dan aku bisa bertemu dengan Satri (DKI) dan bu Lurah Evi (Jabar). Aku terharu sekali sudah sekian lama aku berusaha untuk mencari mereka dan akhirnya ketemu juga, thx God!
Mudah2an tahun depan lebih banyak lagi teman2 yang datang. Mas Bhe, nderek mahargya reuni kakakkakak Paskibraka 78 dan Reuni Akbar Paskibraka Nasional. Mohon maaf tidak bisa hadir dalam Edisi September 2008 11 Bulletin Paskibraka ’78 dengan lebih nyata dalam MISI dan VISI - BAKTI NEGARA PURNA PASKIBRAKA. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh kakak-kakak dan adik-adik yang memprakarsai terwujudnya acara tersebut dengan susah payah.
Mohon maaf jika kami di daerah tidak mampu berbuat banyak dan jika ada kekurangan atau kesalahan. Mari songsong REUNI AKBAR. Di 2, 3, 4, 5 tahun mendatang. ENDANG RAHAYU (Paskibraka Nasional ’78, DIY) Lima Purna yang mewakili Paskibraka 1983 reuni akbar karena ada kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.
Salut kepada kakak-kakak panita yang telah berusaha keras mempertemukan para alumni Paskibraka Nasional. HARYADI (Paskibraka Nasional 1983, Jatim) di Kediri Selamat!! Atas terlaksananya Reuni Paskibraka 78 dan Reuni Paskibraka Nasional. Semoga reuni tersebut dapat mempererat tali persatuan dan kesatuan Purna Paskibraka dan membawa kebaikan bagi pembinaan Paskibraka di seluruh Indonesia. PPI Jakarta Timur ttd ( JOEHARI SOEMAD ) Ketua Salam PASKIBRAKA.
Hanya satu 3 kata yang dapat saya ucapkan: LLUUUUAAAAARRRR. BIIAASAA HEEBBBAATT.
LUAR BIASA & HEBAT. Benar-benar puas. Reuni dan temu kangen ini merupakan acara yang mampu membuat tertawa, lega, bahagia, menangis dan terharu tumpah jadi satu. Apalagi acara tersebut mampu menghadirkan Kakak-kakak Pengibar Bendera sebelum tahun 70 an. Yang masih gagah, cantik, sehat. Seperti Kak Ilyas, Kak Totok, Kak Suyono, Kak Nurbany, Kak Megawati dll.
Puji syukur yang tak terhingga. Desa Bahagia beberapa puluh tahun yang lalu.
Tetap menjadi wadah dan mampu mengilhami kebahagiaan seluruh warganya. Harapan kami di daerah, perjuangan dan pertemuan kemarin merupakan titik awal kembali untuk mampu berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi. Semoga di Reuni yad lebih heboh, lebih seru dan lebih banyak lagi yang hadir. 12 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Reuni Juga untuk Angkatan Reuni Paskibraka Nasional ternyata tidak hanya menjadi ajang temu kangen sesama pengibar bendera pusaka.
Secara terpisah, pertemuan itu menjadi tempat reuni masing-masing angkatan. Berikut kami sajikan catatan reuni Paskibraka 1987. Penantian Panjang ’87 K umandang Reuni Paskibraka Nasional membuat angkatan ’87 seperti sebuah penantian panjang yang tak pernah berujung. Jauh2 hari kami sudah dihubungi Tjut Nita Zahara (Aceh) untuk bersiap-siap menabung menyisihkan sedikit dari setiap rezeki untuk menghadiri acara yang sudah lama kami rindukan. Tiada hari tanpa sms, telepon-teleponan bahkan saling berkirim kabar melalui email. Bahkan Ozy Sjahputra (DKI) yang berada di Missouri (AS) pun terlihat lebih heboh dibandingkan kami yang di tanah air. Rasanya sudah tidak sabar kami menanti tibanya tanggal 18 Agustus seperti halnya dulu kami menanti dengan berdebar-debar tibanya tanggal 17 Agustus 1987, harinya kami menunaikan tugas mulia dalam kelompok Phinisi dan Dewaruci sebagai Paskibraka.
Saya sendiri menanti hari itu dengan penuh tanda tanya: siapa saja teman yang hadir, apakah kami akan saling mengenal atau bahkan lupa wajah masing-masing. Maklum, 21 tahun adalah waktu yg sangat, sangat lama. Bahkan, Kak Budi Winarno (Paguyuban 78) tiada henti-hentinya mengingatkan jadwal, sampai formulir yang harus kami isi untuk kepastian kehadiran kami. Setelah menyelesaikan berbagai urusan di kantor maupun tanggung jawab sebagai Pembina bagi Paskibra Maluku 2008, sayapun meninggalkan kota Ambon dengan penuh kegembiraan, seperti halnya 21 tahun lalu ketika terpilih mewakili Maluku ke Jakarta. Sepanjang perjalanan saya mengurai kembali kenangan manis plus wajah teman-teman.
Ah, rasanya tidak percaya kami akan bertemu lagi. Tetapi herannya, begitu sampai di Jakarta tidak ada satupun telepon teman-teman angkatan ’87 yg bisa saya hubungi, seolaholah mereka raib entah kemana. Begitupun ketika saya akan check-in di Hotel Paragon-Menteng, Kak Wendy Pelupessy (Paskibraka ’86, Maluku) yang sedianya akan sekamar dengan saya juga tidak bisa dihubungi.
Akhirnya, saya hanya bisa menghubungi lagi-lagi Kak Budiharjo Winarno untuk menenangkan hati saya yang setengah kecewa. Itupun hanya melalui sms saja karena kalau telepon yang di dengar hanya nada tulalit. Setelah menunggu cukup lama dengan jalan2 seputar Sarinah, barulah saya dihubungi Kak Wendy yang mengabarkan kalau saya sudah bisa masuk ke kamarnya di Hotel. Kemarin, kakakku yang cantik ini lupa mengabarkan kedatanganku di reception hotel. Setelah berbenah, karena kelelahan sayapun tertidur, lalu bermimpi indah bertemu teman-teman terkasih di Wisma Sarbini, seperti melihat sebuah perjalanan suka duka ketika menjadi Paskibraka 1987. Hari yang dinanti pun tiba. Dari pagi, Kak Wendy sudah sibuk membangunkan putrinya Pricilla Mutiara Jihan (Paskibraka 2006, Maluku) dan saya untuk segera bersiapsiap karena tidak mau terlambat ke acara Edisi September 2008 13 Bulletin Paskibraka ’78 PASKIBRAKA 1987 — Haidee, Joice Marcella, Sulis, Armeida dan Nita Zahara reuni yang bertempat di Gedung Mahkamah konstitusi.
Melihat gerakannya yang gesit sayapun teringat akan sosok Bunda Bunakim ketika membangunkan kami setiap pagi untuk lari pagi atau untuk bersiap-siap menghadiri acara2 lain. Ah, saya sangat merindukan Bunda. Tanpa terasa air mata mengambang di pelupuk mata mengingat kasih dan cintanya yang besar untuk kami.
Seandainya Bunda masih ada. Pasti Beliau akan bangga melihat anak-anak didiknya mandiri meniti kehidupan ini. Dengan taksi kami menuju tempat reuni yang ternyata sudah ramai. Di pintu depan kami disambut bak selebriti yang dipenuhi kilatan lampu kamera sampai saya jadi malu (karena saya biasanya melayani masyarakat, tapi kali ini malah disambut seperti bintang).
Sayapun disambut seorang ibu dengan teriakannya yang menggelegar bak petir di siang bolong. Sayapun kaget ketika ibu itu mendekati saya dan mengucapkan nama saya selengkap-lengkapnya. Sungguh, saya sendiri tidak mengenalnya.
Ketika menengok ke kanan, saya malah menjerit dan memeluk Armeida (Riau) yang wajahnya tidak berubah alias awet muda, masih sama seperti 21 tahun lalu. Sedangkan si ibu itu, setelah diberitahu Armeida, ternyata Tjut Nita Zahara (Aceh). Saya jadi merasa bersalah karena tidak mengenalnya. Alhasil, kamipun menangis tersedu-sedu saking rindu dan terharu. Terlebih lagi ketika saya disambut Kak Budi ’78 yang selama ini saya kenal hanya melalui tulisannya di Buletin Paguyuban ’78. Dengan penuh sayang Kak Budi menyambutku seperti seorang adiknya sendiri yang telah lama berpisah, padahal selama ini saya samasekali tidak mengenal Purna angkatan 70an atau sebelumnya. Sungguh pertemuan yang luar biasa.
Apalagi saya juga bertemu dan melepas kangen dengan Tri Broto Sulistio (Yogya) bahkan dengan Joice Marcella Massa (Sulut). Selain itu saya juga bertemu dengan kakak-kakak dari Maluku dari berbagai angkatan yang sebagian besar telah menetap di Jakarta dan di daerah lain. Juga dengan kak Saras ’78 yang ternyata sangat cantik. Acara kangen-kangenan dimulai dari pukul 10.00 sampai 13.00 WIB.
Setelah makan siang acarapun digelar satu persatu seperti tiada habis-habisnya. Saat acara ulang janji ”Ikrar Putra Indonesia” tanpa 14 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 terasa air mata ini mengalir seperti tahun 1987. Acara makin meriah dengan hadirnya Kak Megawati Soekarnoputri yang pernah bertugas tahun 1964. Saat sedang ramai-ramainya kangenkangenan, melalui handphone Ozy Syahputra berhasil menghubungi kami dari Amerika dan mengobrol dengan teman-teman lainnya. Seakan tidak puas, kami berlima pun buru-buru meninggalkan tempat reuni dan bergegas menuju Cafe Star Buck di Plaza Senayan untuk melanjutkan pertemuan angkatan ’87 sampai lewat tengah malam. Berbagai kisah suka maupun duka kami berbagi bersama sampai merintis usaha bersama sempat pula dibicarakan. Walaupun belum terwujud, kami berharap impian tersebut dapat menjadi kenyataan di tahuntahun mendatang.
Saat itu, Satriawati Chan (DKI) menyusul turut bergabung dengan suami dan anak-anaknya yang lucu. Ketika akan berpisah malam itu kami malah menyusun agenda jalan-jalan esok hari yang dipenuhi berbagai rencana ala ibuibu RT. Ah, hari yang hebat.
Terima kasih kakakkakak panitia yang telah mempertemukan kami semua dengan penuh kebahagiaan. HAIDEE ARV NIKIJULUW (Paskibraka Nasional 1987, Maluku) Reuni Jarak Jauh Ozy.
Alau tidak dapat menghadiri acara reuni kemarin, saya dapat mera sakan suasana gembira yang menyelimuti acara tersebut. Ketika pertemuan di gedung masih berlangsung saya coba telepon Haidee in her cell.
”Haidee bisa dengar suara saya?” OH SENANGNYA!!! Setelah 21 tahun saya tidak berbicara langsung dengan Haidee kemarin kami bisa ngobrol2 lagi. Ternyata angkatan 87 yang hadir hanya sedikit, lima orang to be exact. Haidee (Maluku), Cut Nita Zahara (Aceh), Armeida (Riau), Joice Marcella Massa (Sulawesi Utara), dan Tri Broto Sulistio (DIY). Sebetulnya ada beberapa teman lain yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, namun karena faktor kesehatan, urusan keluarga & pekerjaan, mereka tidak dapat menghadiri acara temu-kangen tsb.
Selain dengan Haidee, saya juga sempat berbicara di telepon dengan Joice. Karena hari sudah larut di tempat saya dan temanteman akan kembli mengikuti acara, saya sudahi percakapan kami. Selanjutnya saya berusaha tidur (tapi sulit utk bisa tidur W sebab bayangan teman-teman saya dari 21 tahun yg lalu kembali ke hadapan saya). Pukul 5 pagi, saya bangun dan kembali telepon Haidee karena diberitahukan bahwa teman-teman akan berkumpul di tempat lain seusai acara di gedung. Kali ini saya dapat berbicara dengan seluruh temanteman yang hadir. Oh senangnya. Bahkan “istri” (pasangan saat tugas) saya dulu pun (hehehhe).
Ada di sana bersama suami dan anak-anaknya. Sudah 11 tahun kami tidak kontak. Senang sekali rasanya bisa ngobrol lagi dengan Satriawati (DKI). Setelah hampir 1 jam ngobrol di telpon, saya mohon diri utk melanjutkan morning routine saya.
Sambil lari pagi, pikiran saya melayang ke kegiatan olahraga pagi yg dulu kami lakukan tiap hari. Tidak terasa, saya mulai menyanyikan lagu-lagu pemberi semangat yang dulu sering kami nyanyikan sambil berlari. Hari masih sepi, taman kota tempat saya berlari masih kosong. But I could careless kalau ada orang yang dengar saya nyanyi dengan suara sumbang sambil lari. I was remembering all my beloved friends. Lalu Edisi September 2008 15 Bulletin Paskibraka ’78 saya coba runut dari Aceh hingga Irian Jaya nama-nama teman saya.
All 53 of them. Ternyata saya masih ingat semua. Siapa Lampung putri?
Surya Aprina Suud!! Found her again somewhere in the corner of my brain. Some old brain cells still keep her name, face, and the experience we shared together. Saat saya sedang duduk di meja di office, masuk email dari Joice diikuti dengan invitation to join her in Yahoo Messenger. Well, harusnya gak boleh ya kerja sambil ngobrol.
But, oh hell. Akhirnya saya ngobrol dengan Joice via YM selama lebih 1 jam. But still I was happy kemarin karena bisa tukar2 cerita dengan Joice dan temanteman lain dari ’87.
Well, sekarang pukul 5:59 pagi. Saya siap-siap mau olahraga lagi. “ Minggirlah, Minggirlah, Minggirlah. Minggirlah Paskibraka Mau Lewat. Jalannya tegap-tegap, Badannya kuat-kuat, Karena tiap pagi dua telur!!”.
”Si Ozy Masuk Paskibraka, Si Ozy Masuk Paskibraka, Lari-lari tiap pagi, Jalan Jongkok setengah mati, Si Ozy jadi kurus lagi” (this song fits my condition). Yang lagi kangen dengan teman2 ’87, OZY SYAHPUTRA Ucapan Terima Kasih Panitia Reuni Paskibraka Nasional 2008 dengan ini mengucapkan terima kasih kepada Kakak-kakak dan Adik-adik Purna Paskibraka yang telah hadir dan mendukung acara temu kangen pada tanggal 18 Agustus 2008 sehingga berlangsung dengan sukses. Semoga di masa yang akan datang kita bisa bergandeng tangan dan lebih solid lagi dalam menggalang kebersamaan, sebagaimana kita dulu bersatu dalam Desa Bahagia.
Sjafruddin Saleh Paskibraka 1970/Ketua Semua kesan dan pesan, ide/gagasan dan keluh kesah atas penyelenggaraan reuni masih dapat dikirimkan ke Sekretariat Panitia melalui email ke alamat: reunipaskibraka@yahoo.com Semoga Paskibraka tetap Jaya. Jumawal Uhady Paskibraka 1988/Sekretaris 16 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Maka, Reuni pun Jadi Polemik Pengantar: Ketika rencana Reuni Paskibraka Nasional tercetus seusai peringatan ulang tahun ke-75 Kak Idik Sulaeman, 20 Juli 2008, berbagai tanggapan muncul dari mereka yang menyebut diri Purna Paskibraka. Dengan berbagai argumentasi, sebagian mereka menolak adanya reuni, sementara yang lain tidak mempersoalkannya bahkan mendukung. Kami sengaja menghadirkan polemik yang terjadi dalam milis paskibraka_indonesia @yahoogroups.com itu apa adanya untuk sekadar menggambarkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di tubuh organisasi PPI dan para anggota pendukungnya di satu sisi dan para Purna Paskibraka lainnya yang berada di sisi lain. Semoga dapat menjadi cerminan dan bahan pemikiran kita bersama. Bagaimana nama tersebut dapat melekat dari kita yang secara sejarahnya memilki percikan darah dari Gujarat, Negroid, bahkan China.
Oleh karena itu dilihat dari sejarahnya asal muasal orang Indonesia bukan berasal dari satu keturunan, heterogen. Dengan sebuah asal yang beragam, maka dalam perkembangannya makin pula berkembang keragaman yang lain. Bahasa, adat istiadat, budaya, belum lagi bila kita bicara tentang percabangan dari keyakinan beragama. Ditilik dari sudut tersebut, sudah sepatutnya kita berbangga hati dan selalu berpegang teguh terhadap hal tersebut, keberagaman. Sebuah nation yang berpijak dari sebuah keragaman yang dipuji banyak orang karena mampu berdiri bukan atas satu kesatuan yang iasa, karena banyak sebuah Negara berdiri karena hanya kesamaan ras, atau bahasa.
Tapi tidak untuk Indonesia, dan karena itulah kita pun lahir. Pasukan Pengibar Duplikat Bendera Indonesia, PASKIBRAKA.
Sebuah nama yang diberikan oleh Almarhum Kak Mutahar, yang terus berkumandang hingga hari ini, oleh para mantan anggota Paskibraka yang tergabung dalam organisasi Purna Paskibraka Indonesia. Dalam sejarah Paskibraka, pelaksanaan pengibaran bendera tanggal 17 Agustus, dalam rangka ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada awalnya hanya dilaksanakan di tingkat nasional, tepatnya di Istana Negara, Jakarta.
Seiring dengan waktu, pelaksanaan pengibaran bukan hanya bertempat di Istana Negara, akan tetapi juga di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. Bercermin dari hal itu pula lha, akhirnya para senior kita pada tahun 1989 berkumpul di Cipayung untuk Sebuah Renungan Tentang Kepaskibrakaan Hiduplah Indonesia Raya. Sebuah bait dari lagu kebangsaan kita yang dalam bulan ini pasti akan menjadi sebuah theme song bagi kita, seluruh anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) di mana pun ia berada. Bait tersebut menandakan betapa para pendahulu kita, dengan segala pengorbanan yang telah mereka berikan, mampu menyibak segala perbedaan yang ada untuk ke Indonesiaan itu sendiri. Pernahkah terpikir oleh kita, generasi yang akhirnya bisa memiliki sebuah entitas atas sebuah nama yaitu “INDONESIA”, Edisi September 2008 17 Bulletin Paskibraka ’78 mendirikan sebuah organisasi, tempat berhimpunnya para mantan anggota Paskibraka dalam wadah Purna Paskibraka Indonesia (PPI). Mari kita secara khusus melihat poin keanggotaan seorang Purna Paskibraka Indonesia dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Purna Paskibraka. Bahwa dalam poin tersebut, ditegaskan bahwa anggota Purna Pakibraka Indonesia (PPI) adalah seorang yang pernah bertugas sebagai pengibar bendera duplikat pusaka di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.
Haru rasanya melihat poin tersebut. Betapa para pendahulu kita, menduplikasi para founding fathers dalam mengidentifikasi entitas kita. Melepas sekat darimana seseorang tersebut berasal. Selama ia mengibarkan bendera duplikat pusaka, maka ia adalah seorang Paskibraka, dan tentunya menjadi Purna Paskibraka Indonesia ketika ia usai bertugas. Kemudian terbetiklah kabar, akan diadakannya sebuah reuni bagi mantan anggota Paskibraka yang pernah bertugas di tingkat nasional, dalam rangka 40 (empat puluh) tahun Paskibraka, pada tanggal 18 Agustus tahun ini. Sebuah acara yang konon kabarnya ingin membangkitkan nuansa pengibaran bagi anggota PPI yang pernah bertugas di tingkat nasional. Mendengar kabar tersebut, hati saya pun bergetar, apakah saya layak menjadi anggota PPI?
Manakala saya hanya bertugas di Kota Bogor pada tahun 1997. Layakkah juga saya, menasbihkan diri sebagai anggota PPI yang akan selalu menjadi Pandu bunda Pertiwi, selama hayat di kandung badan, yang berjanji akan mengguratkan nama INDONESIA di tiap sudut dunia.
Kemudian timbul sebuah keinginan, bagaimana bila saya membuat acara serupa namun hanya tingkat asal daerah saya, kemudian mengklaim bahwa kamilah yang paling “PASKIBRAKA”. Saya yakin keinginan tersebut ada di benak masing-masing anggota PPI bila ia mengingat entitas dari mana asal ia bertugas. Bisa dibayangkan acara serupa akan marak diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Perlu direnungkan bila hal tersebut terjadi, secara tidak sadar nanti akan berkembang eksklusivitas diri dari masing-masing anggota PPI, yang akan membuat sebuah atmosfir bilamana kita berkumpul pasti akan ada komunitas tersendiri yang terkotakkan berdasarkan asal daerah. Bila itu terjadi, apakah kita layak menyebut diri kita Purna Pakibraka Indonesia, manakala di awal saya sebutkan bahwa pembentukan organisasi ini sama halnya dengan pembentukan negara ini, membunuh sekat kedaerahan. Dengan dasar inilah saya bisa memahami mengapa Ketua Umum PPI, Dwi Putranto Sulaksono, secara pribadi menolak permintaan dari panitia acara sebagai Wakil Ketua Panitia, karena alasan yang dimuat dalam surat jawaban menggambarkan hal yang serupa. Bersama tulisan ini pulalah saya mengajak, kepada seluruh pembaca, untuk memahami keputusan tersebut. Sebuah keputusan yang didasari sebuah keinginan untuk dapat menjadi sebuah figur bagi seluruh anggota PPI, walaupun kita tahu, Ketua Umum adalah mantan PASKIBRAKA tingkat Nasional tahun 1982. Karena dengan pemahaman ini pulalah, saya yakin keberagaman kita dapat terjaga dalam sebuah kesatuan sampai kapan pun, seperti bangsa ini berdiri di atas sebuah keberagaman. Semoga menjadi bahan perenungan kita, bahwa Purna Paskibraka Indonesia justru akan menjadi besar, seperti halnya Indonesia itu sendiri, manakala kita mampu menumpas perbedaan dari mana kita berasal tugas.
Akhir kata, selamat bertugas adik-adik PASKIBRAKA 2008 tercinta pada pelaksanaan Upacara Peringatan Hari Ulang 18 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Tahun Republik Indonesia yang ke 63, nanti pada tanggal 17 Agustus 2008. Semoga menjadi “Indonesia Raya”.
Biaya yg sangat tinggi). Kan dalam AD gak ada larangan mengadakan reuni tingkat wilayah, propinsi atau nasional (saya belum menemukan ada di pasal berapa?) Jadi tidak ada yang melanggar. Kenapa sih gitu aja kok repot, sampe sampe orang yang reuni kita yg merenung. Mereka juga manusia, tidak bolehkah mereka karena adanya kesamaan tempat tugas mengadakan temu kangen?? Itu saja Mas, jangan diartikan macem macem. Suatu saat kalo Paskibraka propinsi Balikpapan akan mengadakan reuni ya boleh boleh saja. Dan rekan rekan lainnya pasti akan mendukung, juga Paskibraka Nasional.
Lebih baik kita memikirkan dan melaksanakan apa yang telah dan bisa kita perbuat demi bangsa ini. Apa Mas Jumai gak terketuk mendengar cerita K’Ozi —(maksudnya Ozy Syahputra, Paskibraka 1987, yang sekarang ada di Amerika Serikat, Red)— yg nun jauh disana sampe segitunya didera rasa kangen yang sangat pada rekan rekannya, sampe-sampe menyanyikan lagu-lagu yg diperoleh saat latihan Paskibraka waktu lari pagi di negeri orang sana?? Jujur saya dapat merasakan apa yg dirasakan kakak saat itu, semoga tahun depan bisa hadir ya.) Mas Jumai, jangan berpikiran sempit, luaskan pikiran dalam memandang segala sesuatu.
Paskibraka tetap satu walau terdiri dari beberapa bagian di dalamnya antara Nasional, Propinsi dan Wilayah serta terdiri dari tiap tiap angkatan. Itu kenyataan.
Maaf kalo saya berpendapat beda, walau saya juga berasal dari Paskibraka wilayah. Tapi bagi saya rekan-rekan Paskibraka Nasional adalah saudara dan salah satu bagian dari kita juga. DJOHARI SOMAD (PPI Wilayah Jakarta Timur 1984) SU WIBOWO Anggota PPI 1997 yang bertugas di Kota Bogor Bahan Renungan Saya setuju dgn pendapat d’ wibowo, tentang status kepaskibrakaan di seluruh Indonesia ini dan itu juga sudah di jelaskan dalam AD/ART kita, jangan dengan menyandang Paskibraka Nasional lalu menunjukkan bahwa akulah Paskibraka, itu sudah mengingkari AD/ART kita yang sudah disepakati bersama.
Jadi sekali lagi di mana pun kita berada, kalo memang kita pernah menjadi Paskibraka baik tingkat kabupaten/kota dan propinsi kita semua bersaudara. Semoga ini semua bisa menjadi bahan renungan buat kita semua, dan satu hal yang terpenting kami sangat menghargai dan bangga atas keputusan KETUA UMUM PASKIBRAKA (K’ Dwi Putranto Sulaksono) dalam hal ini tidak berkenan untuk menjadi wakil ketua panitia. JUMAI AYIE (Paskibraka Kota Balikpapan Thn 1996) Jangan Berpikiran Sempit Halah. Masih dibahas lagi to??? Betul Dik Wibowo, saya setuju spt yg adik bilang tentang status kepaskibrakaan adalah sama. Tapi dalam reuni tersebut rasanya kok, gak ada yang merasa paling Paskibraka lho.
Mereka cuma temu kangen aja, kebetulan skupnya diperkecil untuk memudahkan dan membatasi peserta (kebayang kalo seluruh Paskibraka Indonesia reunian, pasti harus diadakan di Stadion Utama Senayan dg Edisi September 2008 19 Bulletin Paskibraka ’78 Masalah PPI Jauh Lebih Banyak Yth. Semua kakak dan adik Paskibraka, Melihat perkembangan dalam milis, saya jadi prihatin. Kenapa hal sepele seperti reuni kok jadi permasalahan, tapi hal besar lain justru dilupakan seperti stardarisasi pelatihan Paskibraka, website PPI yang tidak bisa diakses, atau apa yang bisa kita lakukan sebagai PPI untuk membantu masalah-masalah generasi muda sekarang atau masalah sosial, dll.
Semua hal penting itu justru tidak dibahas dalam milis ini. Bagi saya pribadi, saudara-saudara Paskibraka yang ingin reuni, atau saya menyebutnya temu kangen setelah beberapa lama tidak berjumpa, itu hal yang lumrah. Toch acara itu diadakan oleh sendiri dan untuk mereka sendiri, tanpa ada menggunakan dana dari pengurus pusat. Temu kangen ini sama saja seperti jika kita mau ngumpul-ngumpul bareng/janjian di mall dengan temen-teman kuliah atau rekan yang lain. Apakah berarti kita harus mengundang seluruh teman yang kita kenal di masa kuliah? Belum tentu kan.?
Contoh kecil atas analogi yang sama adalah saat saya reunian bersama tementeman Paskibraka DIY ’96. Saat itu saya memfasilitasi agar kami dapat berkumpul di suatu tempat. Apakah berarti saya saat itu juga harus mengundang seluruh PPI DIY? Apakah jika saya hanya bertemu dengan rekan PPI’ 96 untuk melepas rindu akan membuat gap dalam PPI DIY? Saya kira tidak. Tetapi justru sebaliknya, dengan temu kangen tersebut secara tidak langsung mempererat lagi jalinan yang telah lama dan memperkuat komitmen untuk mensupport PPI dengan cara masing-masing selama dalam satu koridor, satu visi. Dan seperti tahun 2007 saat saudara saya dari Riau memfasilitasi reunian Paskibraka Nasional ’96 di Jakarta dan kita sempat berkunjung ke Cibubur juga.
Apakah berarti saat itu saudara-saudara saya angkatan ’96 itu membuat GAP dengan saudara PPI yang lain? Ini hanya ungkapan keprihatinan saya terhadap saudara-saudara PPI, kenapa kita harus berkutat dengan hal yang tidak penting sementara masih banyak hal penting lainnya yang membutuhkan hasil pemikiran dan usaha kita. Memang saya sadari bahwa saya belum dapat berperan aktif dalam organisasi PPI, karena kesempatan yang belum ada.
Tetapi hal itu bukan menjadi halangan atas kepedulian saya terhadap PPI. PULUNG HENDYARTO (Paskibraka Nasional 1996, DI Yogya) Jangan Buruk Sangka Rekan2 sekalian, Keluarga Besar Purna Paskibraka seharusnya sependapat dgn rekan Pulung. Saya rasa yg namanya Temu Kangen Eks Paskibraka Nasional dgn REUNI PASKIBRAKA TINGKAT NASIONAL sudah jelas beda konotasinya. Coba dicerna lagi decch maksudnya. Temu Kangen Eks Paskibraka Nasional maksudnya hanya bagi temen2, kakak2 atau adik2 yg bertugas di Nasional. Sudah jelas toooch. REUNI PASKIBRAKA TINGKAT NASIONAL = Nacccch kalo yg ini pasti berlaku buat kita semua eks Paskibraka daerah dari Sabang sampai Merauke, siapa saja yg bisa hadir.
Ya so pasti kita keluarga besar PPI atau mungkin saja yg bisa hadir hanya perwakilan temen2 daerah saja baik itu yg tugas di Nasional, Propinsi atau mungkin Kota/Kab. Saya rasa yg namanya temu kangen/ kumpul2 sesama rekan seangkatan atau tingkatan, sah dan wajar-wajar saja. Knp musti dipermasalahkan?? Toooh temen2 berkumpul bukan untuk membentuk gap/ suatu kelompok baru, tapi hanya melepas rasa rindu yg sudah lama berpisah, kita jgn dulu berburuk sangka. Berpikir positif 20 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 laccccccch??? Skr kita do’akan saja semoga acara yg digagas ini bisa berjalan lancar, tidak mengalami hambatan, serta menghasilkan buah pikiran untuk perkembangan dan kemajuan PPI itu sendiri.
Saya baru menjelaskannya sekarang di Buletin ’78, karena saya kebetulan tidak aktif di milis. Pertama, nama Paskibraka bukan diberikan oleh Husein Mutahar, tapi lahir dari Idik Sulaeman yang menyempurnakan konsep Paskibraka pada tahun 1973. Paskibraka adalah singkatan dari PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA, bukan PASUKAN PENGIBAR DUPLIKAT BENDERA INDONESIA seperti yang adik sebutkan. Kedua, pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus untuk memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI bukan dilaksanakan di Istana Negara (di Jalan Veteran), tapi di halaman Istana Merdeka (di Jalan Medan Merdeka Utara).
Ketiga, Purna Paskibraka Indonesia (PPI) bukanlah nama yang lahir dari Munas Cipayung 1989. Nama itu lahir melalui kesepakatan beberapa Purna Paskibraka dengan Direktorat PGM dalam Lokarya Program PGM di Cisarua tahun 1985 yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dirjen Diklusepora No. KEP 091/E/0/1985. Munas Cipayung hanya mensahkan nama ”kompromi” itu dalam sebuah AD/ART. Sebelumnya, nama organisasi yang digagas para senior (sebenarnya saya kurang setuju dengan istilah senior-junior) adalah Reka Purna Paskibraka (RPP). Namun, organisasi itu tidak berkembang di daerah, karena PGM lebih memilih menyatukan alumni Paskibraka dengan alumni pertukaran pemuda dalam Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI).
PGM baru ”menyerah” dan mau memisahkan alumni Paskibraka dari PCMI setelah menyadari ada perbedaan besar antara satu dengan yang lain. Keempat, pasal 6 AD/ART PPI tentang Keanggotaan menjelaskan bahwa harus diakui secara yuridis Paskibraka ada di nasional dan daerah sesuai tingkatannya masing-masing. Jadi, alumninya juga harus bisa legowo dan menyadari di tingkatan mana ia pernah dilatih. ATOEN (Paskibraka Bandung ’91) Kalo Mo Ikut, Bilang Aja Kakak2 & kawan2 semua.
Kita ini kan saudara semua. Kalo 3 dari 10 kita yang bersodara mau jalan ber-3 aja ke Mal, ya g pa2 dong.masa semua mo ikut.???; Kalo kita memang mau ikut, ya bilang aja. Saya percaya bakal diajak kok.
Tapi kalo ada yang mau tinggal di rumah aja. Minta oleh2 aja. Moga2 dibawain, y g.??? Salam hangat buat semua saudara PPIku di seluruh Indonesia, AAP (Paskibraka DIY ’96) Sekadar Meluruskan Membaca tulisan panjang dari adik Su Wibowo di awal tadi, saya terketuk untuk sedikit memberikan beberapa koreksi dan pelurusan agar tidak memberikan informasi yang salah dan menyesatkan bagi para Purna Paskibraka di seluruh Indonesia. Kebetulan saya tahu sedikit tentang sejarah Paskibraka langsung dari sumbernya (Kak Mutahar dan Kak Idik Sulaeman), dan pernah ikut urun rembuk dengan PGM tentang lahirnya nama PPI pertengahan tahun 80-an, jauh sebelum Dik Wibowo dan Dik Jumai jadi anggota Paskibraka. Selain itu, saya juga ikut terlibat di Panitia Pengarah (Steering Committee) ketika melakukan penyempurnaan peraturan-peraturan PPI, termasuk AD/ART pada Munas II di Lembang tahun 1995. Mohon maaf bila Edisi September 2008 21 Bulletin Paskibraka ’78 Masalahnya akan jauh lebih runyam, jika ditelusuri apakah benar mereka menjalani latihan sesuai ketentuan Latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” dalam Gladian Sentra Daerah.
Atau, mereka hanya diajari baris-berbaris lalu mengibarkan bendera tanggal 17 Agustus dengan menggunakan seragam Paskibraka. Masing-masing Purna boleh bercermin diri soal ini, lalu menempatkan dirinya secara pantas sesuai dengan apa yang dimilikinya. Apakah kemudian ia mampu menjadi kekuatan moral (moral force) sebagaimana yang diharapkan oleh Kak Mutahar, atau hanya menjadi kekuatan khusus (special force) yang membela kepentingan tertentu di atas nama Ibu Pertiwi. Yang terpenting, AD/ART PPI juga menyebutkan untuk jadi anggota PPI harus punya sertifikat tanda tamat latihan (STTL) dari Gladian Sentra, selain harus aktif mendaftarkan diri. Yang tidak mendaftar berhak untuk tidak disebut anggota PPI, tapi ia tetap Purna Paskibraka. Ini sangat demokratis karena menyangkut hak untuk tidak menjadi anggota, sehingga dengan demikian tidak bisa didikte atau namanya dicatut oleh organisasi untuk kepentingan tertentu.
Kelima, setahu saya, para penggagas Reuni Paskibraka Nasional 2008 tak pernah menganggap apalagi menyebut diri mereka ”paling Paskibraka”. Begitu pula sekitar 500 Purna Paskibraka Nasional —pengibar bendera pusaka di Istana Merdeka— yang hadir dalam Reuni, baik yang paling muda (angkatan 2007) sampai yang paling tua (Ilyas Karim, pengibar 1945 di Pegangsaan Timur 56) atau pra-Paskibraka (1950-1966) seperti Toto Sudiro (1955), Nurbany Yusuf (1962) dan Megawati Soekarnoputri (1964). Keenam, saya sama sekali tidak mengerti hubungan antara atmosfir eksklusivitas berdasar tingkatan/angkatan atau kedaerahan yang dianggap mengancam keutuhan PPI —yang adik sebutkan— dengan dukungan adik terhadap sikap Ketua Umum PPI Dwi Putranto Sulaksono yang menolak bergabung dalam kepanitiaan Reuni. Bukankah pada tahun 2007 Paskibraka Nasional 1982 juga mengadakan reuni REUNI & SARASEHAN PURNA PASKIBRAKA INDONESIA 1995: Sejumlah Paskibraka Daerah boleh bertemu langsung dengan Kak Mutahar dalam sarasehan, walau tidak mungkin reuni dengan Paskibraka Nasional yang tidak satu almamater dengan mereka. 22 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 untuk angkatannya, dan kita yang lain tidak heboh?
Malahan, pasca reuni itu, setahu saya angkatan 1982 melakukan konsolidasi besar-besaran yang menghasilkan ”kemenangan” dalam merebut tahta ”Kepengurusan” di Munas PPI Makassar. Ketujuh, kalau saya berandai-andai jadi Ketua Umum PPI, maka secara politis saya akan memilih menerima tawaran untuk duduk dalam kepanitiaan reuni.
Dengan demikian, saya akan mendapatkan semuanya, yakni dukungan dari ribuan Purna Paskibraka Nasional, tanpa kehilangan dukungan kekuatan massa dari Purna Paskibraka daerah (karena sudah saya pegang). Barangkali, Pengurus PPI periode 19951999 (yang kebetulan Ketua Umumnya Kak Sjafruddin Saleh) lebih bijak mengambil keputusan ketika menghadapi tekanan yang sama: yakni keinginan Reuni dari Paskibraka Nasional pada tahun 1995 di satu sisi, dan Purna Paskibraka Daerah yang ”ngotot” untuk ikut serta dalam ”reuni” itu di sisi lain. Pertemuan itu akhirnya dijembatani menjadi ”Reuni dan Sarasehan Purna Paskibraka Indonesia”. Di sana, yang Purna Paskibraka Nasional mengadakan reuni.
Yang bukan, cukuplah ikut sarasehan saja sambil kenalan dengan para pembina dan saudara-saudaranya yang lain. Dik Wibowo di Bogor dan Dik Jumai di Balikpapan, mulai sekarang hilangkanlah prasangka buruk itu. Toh Reuni tidak menelurkan pernyataan apa pun yang dapat dianggap ”mengancam” PPI. Namun, saya yakin sikap tidak bersahabat dari Pengurus PPI kemarin telah menorehkan ”luka” di hati saudara-saudara mereka, yakni Purna Paskibraka Nasional. Saya khawatir, luka justru akan melahirkan benih-benih kebencian baru terhadap para Purna yang tak mampu menunjukkan diri sebagai pembawa nilai-nilai moral karena hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
SYAIFUL AZRAM (Paskibraka Nasional 1978) Sekadar Bahan Informasi B egitu sebagian Purna Paskibraka setuju untuk mengadakan Reuni Paskibraka Nasional, Panitia Kecil yang ditunjuk segera membuat persiapan karena waktu yang tersedia tidak sampai satu bulan. Berbagai masukan diberikan, bagaimana sebaiknya reuni tersebut dilaksanakan dan komunikasi seperti apa yang harus dilakukan dengan Pengurus PPI. Ketua Panitia, Kak Sjafruddin Saleh, secara pribadi lalu menghubungi PPI dan akhirnya memutuskan untuk mengajak Ketua Umum PPI ikut dalam kepanitiaan sebagai Wakil Ketua Panitia. I’tikad baik ini dilakukan untuk menjaga agar nama Paskibraka tetap baik di mata orang luar.
Semestinya, ajakan itu direspon PPI dengan mengadakan kerjasama dalam pelaksanaannya. Toh, sampai detik itu PPI sama sekali belum mengumumkan adanya satu kegiatanpun menyambut ”40Tahun Paskibraka”. Sementara sebagian alumni Paskibraka Nasional menginginkan adanya reuni.
Runyamnya, Pengurus Pusat PPI ternyata tetap beranggapan rencana kegiatan reuni itu ilegal. Suara-suara pribadi digunakan untuk menyebarkan isu reuni ilegal dan membuat polemik di mana-mana. Ketua Umum PPI sendiri kemudian mengirimkan surat kepada Panitia Reuni yang menyatakan menolak ditempatkan sebagai Wakil Ketua. Dengan demikian, PPI secara frontal telah menyatakan menentang Reuni Paskibraka Nasional yang dianggap sebagai kegiatan ilegal.
Itu juga berarti, jajaran PPI berdiri di sisi yang berlawanan dengan siapapun yang hadir dalam Reuni. Dalam kenyataannya, Reuni Paskibraka Nasional tetap berlangsung dengan sukses dan dihadiri sekitar 500 orang Purna angkatan 1945-2007 dari seluruh Nusantara. *** Edisi September 2008 23 Bulletin Paskibraka ’78 Pengertian Sebuah Reuni ita sering membaca berbagai pengumuman ajakan Reuni melalui media cetak dan audio visual. Apa sebenarnya reuni?
Reuni berasal dari kata re-union yang berarti disatukan kembali. Sebuah ajakan pertemuan dengan teman-teman yang pernah dipersatukan dalam suatu almamater, setelah berpisah dalam jangka waktu tertentu. Almamater tersebut bisa berupa sekolah atau pelatihan yang menghasilkan lulusan, organisasi, hobi, profesi, teman bermain dan sebagainya. Sebetulnya, tidak ada batasan tertentu untuk penyelenggaraan reuni.
Kapan saja, setiap saat, kelompok “teman lama” dalam suatu kelulusan/almamater dapat menyelenggarakan reuni jika dibutuhkan. Reuni kecil biasanya diadakan untuk lingkup satu angkatan atau tingkatan. Reuni akbar mempunyai lingkup lebih luas yang melibatkan semua angkatan dan biasanya bertepatan dengan peringatan besar, semisal ulang tahun almamater. Susunan Panitia Reuni Akbar biasanya lebih banyak dengan mencantumkan angkatannya.
Reuni, sebagaimana pengertiannya, selain untuk kembali menumbuhkan rasa empati almamaternya, juga menjadi ajang melepas kangen sekaligus menyambung kembali tali silaturahmi antar alumni yang sempat terputus akibat waktu. Sekian lama berpisah telah membuat para alumni berubah. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang masih bujangan.
Ada yang sudah sukses, tapi tak jarang ada yang kurang beruntung. Bahkan, dari reuni kadang baru diketahui bila seorang alumni sudah meninggal dunia. Tingkat kehadiran dalam sebuah reuni K biasanya sulit diprediksi. Mengajak alumni datang, tidak cukup hanya dengan menyediakan tempat reuni yang prestise dan representatif, atau acara yang wah.
Pemberitahuannya pun setidaknya membutuhkan media yang mempunyai jangkauan luas. Kehadiran dalam sebuah reuni merupakan dorongan batin setiap alumnus. Almamater yang baik biasanya mampu ”memaksa” alumninya untuk datang kembali. Begitu banyak kenangan manis yang terlalu mahal untuk dilewatkan dan dikenang kembali bersama temanteman.
Sayang, sebagian alumni biasanya enggan datang ke sebuah reuni karena mempunyai citra buruk di masa lalu. Padahal, sebaiknya hal itu dikesampingkan karena biasanya semua akan luluh bila seseorang hadir dengan image yang lebih baik pada saat reuni.
Toh reuni tidak membahas soal status sosial seorang alumnus, sehingga rasa sungkan dan malu dapat dibuang jauh-jauh. Yang dibutuhkan dalam reuni adalah bentuk kepedulian alumni terhadap almamater di mana mereka dulu dididik, tumbuh dan berkembang. Juga kepedulian terhadap sesama alumni untuk saling membantu satu sama lain. Pesan konkritnya hanya dua: bagaimana agar alamamater dapat menghasilkan alumni yang lebih baik di masa datang dan bagaimana mengelola potensi besar yang dimililki alumni untuk kesejahteraan para alumni sendiri.
Masalah realisasinya, bisa diamanatkan kepada organisasi alumni yang dapat menyusun program kerja untuk tujuan itu. (Budiharjo Winarno) 24 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Alumni dan PPI ukan sesuatu yang mudah memang untuk menciptakan organisasi yang anggotanya merupakan alumni dari sebuah institusi/almamater yang sejenis namun berbeda dalam tingkatan atau lokasi. Meski kemudian jelas-jelas mencantumkan kata ”Ikatan”, ”Persatuan”, atau kata lain yang sejenis, selalu saja nuansa ”persaingan” atau ”kecemburuan” ada di dalamnya. Contoh organisasi semacam itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan seterusnya. Organisasiorganisasi tersebut menghimpun orangorang dengan profesi yang sama dalam disiplin ilmu sejenis, namun hasil lulusan berbagai institusi perguruan tinggi berbeda ISEI misalnya, akan berisi sarjana ekonomi yang berasal dari universitas atau sekolah tinggi ekonomi (negeri maupun swasta).
Ada dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dst dst. Keanggotaannya juga jelas tidak otomatis (setiap sarjana ekonomi adalah anggota), karena hanya yang berminat saja yang mendaftarkan diri, itupun secara individual. Terlepas dari itu, setiap anggota ISEI toh memiliki almamater dan mereka biasanya terhimpun dalam ikatan alumni almamaternya, misalnya Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI, UGM, dst.
Apakah ISEI harus melarang anggotanya mengadakan aktivitas di ikatan alumni almamaternya? Tentu tidak, karena masuknya seseorang menjadi anggota ISEI dan ”kodrat” orang tersebut sebagai alumni sebuah almamater merupakan dua hal yang berbeda.
Justru ISEI yang sebaiknya mendorong setiap ikatan alumni untuk berbuat banyak, sehingga potensinya dapat dimanfaatkan untuk memajukan organisasi. ••• Itulah yang terpikir di kepala saya dan B teman-teman lain sewaktu menjadi Steering Committee pada Munas II PPI di Lembang, Bandung, tahun 1995. Itulah pula sebabnya, ketika membuat klausul perubahan pasal tentang keanggotaan pada AD/ART PPI, kami sengaja mencantumkan kalimat pada ayat 1 sebagai berikut: ”Anggota Biasa adalah pemuda pelajar yang pernah bertugas sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten/Kotamadya pada tanggal 17 Agustus dan menjalani latihan dalam Gladian Sentra Nasional/Daerah yang dibuktikan dengan sertifikat dan mendaftarkan diri.” Artinya apa?
Dari awal kami sudah tahu bahwa Munas Cipayung 1989 telah memposisikan PPI sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) yang berbasis massa, bukan lagi sekadar ikatan alumni. Anggotanya memang Purna Paskibraka, tapi sangat luas dari berbagai daerah dan tingkatan, sehingga mempunyai potensi konflik yang besar pula. Maka, Munas Lembang 1995 berkewajiban menjamin hak asasi setiap alumni Paskibraka untuk memilih menjadi anggota PPI atau tidak.
Hal itu untuk menjaga agar PPI tidak bisa mengklaim setiap alumni Paskibraka adalah anggotanya. Dengan demikian, alumni yang bukan anggota tidak bias seenaknya didikte atau dicatut namanya untuk kepentingan pribadi Pengurus PPI. Dan akhirnya, klausul itu disahkan dalam Sidang Pleno Munas Lembang tanpa ada perubahan setitik-koma pun. Dan setahu saya, pasal itu tetap tidak berubah sampai sekarang. Entah kalau setelah saya jelaskan di sini, tiba-tiba Munas tiga tahun mendatang buru-buru menghapus bagian itu. Kalau itu terjadi, maka sempurnalah sudah Edisi September 2008 25 Bulletin Paskibraka ’78 PPI menjadikan dirinya organisasi yang otoriter dan sama sekali tidak hirau akan nilai-nilai demokratis sebagaimana disebutkan dalam kode kehormatan ”Dharma Mulia Putera Indonesia” dan kode etik ”Ikrar Putera Indonesia” (pasal 6 AD PPI).
••• Seseorang disebut sebagai Purna Paskibraka karena telah menjalankan tugas sebagai pengibar bendera pusaka dan menjalani latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Itulah sebabnya, sertifikat tanda tamat latihan (STTL) dikeluarkan oleh Gladian Sentra Nasional/Daerah.
PPI tidak mempunyai hak untuk menyatakan seseorang adalah alumni Paskibraka atau mengeluarkan Kartu Alumni, karena itu adalah hak dari Gladian Sentra yang diketahui institusi resmi penyelenggaranya. PPI hanya berhak mengeluarkan Kartu Anggota bagi alumni Paskibraka yang dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota dan benar-benar ingin mengabdikan dirinya untuk kepentingan organisasi.
Dari sini, maka jelaslah sudah mana yang menjadi hak Pengurus PPI dan mana yang tidak. Bila PPI memang ingin menjadikan organisasinya semakin besar dan bermartabat, maka tugas Pengurus-nyalah untuk merekrut sebanyak mungkin Purna Paskibraka menjadi anggotanya. Lakukanlah pendekatan-pendekatan yang baik melalui adab dan sopan santun seorang ksatria terhadap saudara-saudaranya, seperti sikap kasih sayang seorang kakak kepada adik atau sebaliknya yang diajarkan dalam Desa Bahagia. Bukan sebaliknya, bersikap seperti ”penguasa” yang memperlakukan warga —di luar wilayah kekuasaannya— dengan tidak cara tidak semestinya. Jadi, bila kemarin ada Purna Paskibraka Nasional yang ingin mengadakan reuni, mereka tidak perlu melapor kepada Pengurus PPI seperti warga yang meminta izin kepada RT/RW atau Kelurahan untuk mengadakan keramaian pesta kawin atau sunatan. Toh, Pengurus PPI bukanlah penguasa atas seluruh Purna Paskibraka, karena memang tidak ada peraturan organisasi PPI sendiri yang mengatur hal itu. Ketika keinginan reuni dari Paskibraka Nasional tercetus dan disampaikan, sebaiknya hal itu ditangkap sebagai sebuah peluang untuk dapat menghimpun kekuatan yang lebih besar yang nantinya memberi manfaat pada PPI.
Bukan sebaliknya, dianggap sebagai sesuatu yang dapat mengancam sehingga perlu dikategorikan sebagai ”kegiatan ilegal” dan isunya dihembuskan ke mana-mana. Semakin hari dan semakin dewasa, seharusnya PPI selalu bercermin diri dan mengembalikan ”khittah-nya” sebagai organisasi yang bertujuan menjadi wadah yang membina Purna Paskibraka menjadi manusia-manusia Indonesia yang lebih baik di masa datang. Otoriter, keras kepala, dan mau menang sendiri bukanlah sifat asli seorang Purna Paskibraka sebagaimana diharapkan oleh Bapak Paskibraka, Husein Mutahar. Seorang Purna Paskibraka harus bisa menjadikan dirinya sebagai kekuatan moral ( moral force) yang dapat memberikan contoh tauladan kepada yang lain. Bukan sebaliknya, membawa pengaruh buruk dari luar dan menerapkannya di lingkungan Paskibraka. Reuni hanyalah temu kangen yang wajar dilakukan kelompok Purna Paskibraka mana saja dan tak perlu menimbulkan kontroversi atau kecemburuan. Yang tidak bisa hadir di reuni karena keterbatasan ruang lingkup, tak perlu merasa jadi pecundang.
Tak ada istilah menang dan kalah dalam dunia Paskibraka. Marilah kita semua berpikir positif dan berjiwa besar. Tuhan telah mengaruniai kesempatan kepada umat-Nya masing-masing dengan cara yang adil. Jika tidak hari ini mendapatkan sesuatu, di hari lain Tuhan akan memberikan kesempatan yang lebih baik.
(Budiharjo Winarno) 26 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Ke Almamater, Aku kan Kembali. Ungkin ini hanya perasaan saya, tapi kok rasanya memang benar. Ada fenomena yang menarik dalam Reuni Paskibraka Nasional, 18 Agustus lalu, yang bagi sebagian orang mungkin dianggap biasa-biasa saja.
Dalam reuni yang agak hiruk-pikuk dengan mereka yang saling berpelukan hangat lalu bercerita tentang masa lalu dengan serunya tanpa sadar banyak orang lain di sekitarnya, saya melihat kehadiran sejumlah Purna yang kebetulan pernah menjadi pengurus teras PPI pada periode-periode yang lalu. Seingat saya, beberapa di antaranya pernah menjadi orang yang ”berseberangan” pendapat dengan Purna yang lain pada saat menjadi ”pembesar” di PPI. Kalau tidak separah itu pun, minimal mereka ”abai” dengan almamaternya karena lebih mementingkan ”kedudukannya” di PPI.
Kini, setelah masa berlalu, ketika jabatan tak lagi ada di tangan dan ”kekuatan” beralih kepada yang lain, memang tak ada lagi yang tersisa. Tempat berlabuh dan kebanggaan itu ternyata hanya ada pada satu tempat, yakni almamater tempat mereka di-”orang”-kan, yakni Paskibraka Nasional. Di almamater-lah ditemukan teman seiring (satu angkatan) tempat mereka melepas kerinduan. Di almamater jugalah mereka merasakan betapa kuatnya rasa kebersamaan dan persaudaraan. Sesuatu yang mungkin tidak mereka temukan di antara sesama Pengurus waktu masih menjabat. Pada hari reuni itu, saya sempat berdiri terpaku di sebuah sudut sambil mengamati mereka. Dalam diri mereka terlihat M keinginan yang begitu kuat untuk larut dalam suasana reuni.
Tapi di sisi lain ada rasa sungkan, seolah-olah ada ratusan pasang mata yang menyorot tajam. Atau bibir-bibir mencibir, ”Ah, akhirnya datang juga ke sini. Padahal dulu waktu jadi pengurus sombongnya bukan main.” Akhirnya saya pun jadi tersenyum sendiri.
”Ternyata benar apa yang saya pikirkan selama ini, bahwa korps tempat asal Paskibraka dilahirkan jauh lebih kuat dari perkumpulan lain yang dilandaskan kepentingan,” ucap batin saya. Dan bagi seorang Purna Paskibraka, waktu empat tahun dalam satu periode kepengurusan (atau dua periode sekalipun), ternyata terlalu pendek untuk menghasilkan sesuatu yang lebih mahal dan indah dibanding satu bulan di asrama bersama teman-teman seangkatan. Iseng-iseng, saya pun lalu mencoba menghitung-hitung, siapa lagi yang tidak hadir dalam reuni itu.
Akhirnya saya menemukan beberapa orang di antaranya yang tergolong ”ciut nyali”. Alasannya mungkin sederhana, karena selama ini mereka selalu menjadi trouble maker. Reputasinya sudah sering terdengar miring karena masih menyisakan sejumlah ”urusan pribadi” di kalangan Purna sendiri. Selain itu, ada pula Purna yang biasanya selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan nostalgia seperti itu, bahkan tergolong ”senior”, tapi kali ini tidak menampakkan diri. Konon, mereka termasuk orang-orang yang ”setia” pada Pengurus PPI. Tentu saja mereka tak mau datang, bahkan ikut-ikutan menyebarkan seruan kalau reuni tersebut ilegal.
Biarlah, mungkin dalam reuni selanjutnya hatinya terketuk untuk datang. (Syaiful Azram) Edisi September 2008 27 Bulletin Paskibraka ’78 3 Jenderal Kumpul di ’78 euni Paskibraka Nasional ternyata membawa kebahagiaan tidak terkira bagi Paskibraka ’78. Tidak lama setelah kami duduk di ruangan reuni, tibatiba mantan Danpas pagi Kak Jusuf Mucharam hadir. Jenderal yang mantan Kapolda Timtim dan sekarang aktif di kantor Yayasan Veteran ini tampak bugar dan energik. Menjelang siang, disusul pula dengan kehadiran Danpas sore yaitu Kak Adrian Daniel.
Sejak 16 Agustus, Jenderal yang mantan Kapolda Bengkulu itu memang tetap mendampingi Paskibraka 78 mengadakan reuni. Pertemuan itu sangat mengharukan. Keduanya berangkulan akrab ibarat dua saudara yang sudah lama sekali berpisah. Walaupun satu korps di Kepolisian, sejak 1978 Kak Jusuf dan Kak Adrian sangat R jarang bertemu karena tempat tugas yang berbeda. Saat acara bergulir, datang pula mantan pelatih Kak Sutrisno SP Jendral AU mantan. Panglima Komando Operasional (Pangkoops) AU ini mendapat surprise ketika melihat Kak Jusuf dan Adrian hadir di sana dan menyambut dengan hangat. Mereka saling berpelukan begitu erat, membuat merinding Paskibraka 78 yang menyaksikannya.
30 tahun lalu, ketiganya masih perwira muda yang secara kebetulan dipertemukan dalam latihan Paskibraka 1978. Selain melaksanakan tugas melatih bagi Kak Tris serta Komandan Paskibraka (Danpas) bagi Kak Jusuf dan Adrian, mereka bertiga adalah perwira ABRI pertama di Paskibraka yang secara langsung ikut menjalani Latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Sebagai angkatan yang paling solid dan lengkap, Paskibraka 78 didaulat naik ke pentas untuk bercerita, diwakili Yadi dan Chelly (Lurah Putra dan Putri), Kak Trisno (Pelatih) serta Kak Jusuf dan Kak Adrian (Komandan Paskibraka 78).
28 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Di akhir latihan, mereka juga melakukan Renungan Jiwa dan dikukuhkan langsung oleh Kak Idik Sulaeman (waktu itu Direktur PGM) menjadi Pendamping Pemuda (kendit kuning). Itulah pula yang membuat ketiganya tampak beda dengan mantan Danpas yang lain. Kak Tris sebenarnya adalah Danpas 1977, tapi baru tahun 1978 ikut dikukuhkan. Pengalaman ikut langsung dalam seluruh agenda latihan, termasuk mengikuti ceramah setiap malam dan menghayati kehidupan Desa Bahagia sebagaimana mestinya, ternyata memberikan kesan mendalam pada ketiganya. Itu pula yang akhirnya mendorong Korps 78 sangat solid sejak 30 tahun lalu sampai sekarang, termasuk Komandan dan pelatihnya. Pada Reuni Pertama Paskibraka 78 tahun 1994, ketiganya memang tidak hadir.
Namun, dalam reuni kedua yang bersamaan dengan reuni akbar, ketiganya dapat bersamasama lagi. Ketika seluruh peserta reuni melakukan ulang janji, ketiganya pun kembali mengucapkan ”Ikrar Putera Indonesia” seperti yang mereka lakukan dulu. Tak ada kebanggaan lain di mata Paskibraka 78, kecuali kami telah dikaruniai dengan orang-orang yang sejak awal sangat peduli dengan Paskibraka. Kami juga beruntung karena dibimbing oleh para pembinapembina terbaik, mulai Kak Husein Mutahar, Kak Idik Sulaeman, Kak Soebedjo, Kak Dharminto dan Bunda Bunakim. Sayangnya, pada Reuni Paskibraka Nasional kemarin, keutuhan persaudaraan yang begitu erat di Paskibraka 78 tidak lagi dapat dilihat oleh seluruh pembina. Hanya Kak Idik Sulaeman yang dapat menyaksikannya, karena yang lain telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta.
(Budi Winarno) Kak Jusuf, Kak Adrian dan Kak Trisno menjalani prosesi Pengukuhan sebagai Pendamping Pemuda dipimpin oleh Kak Idik Sulaeman serta didampingi Kak Dharminto (memegang bendera) dan Bunda Bunakim. Pengucapan Ikrar (bawah) dan pemasangan kendit (atas). Edisi September 2008 29 Bulletin Paskibraka ’78 Arti Sebuah Ulang Janji inggu 14 November 1993, di sebuah sore yang cerah, kami lima Purna Paskibraka 1978 sedang asyik berbincang dengan Kak Husein Mutahar di rumahnya, Jalan Prapanca Buntu 119 Jakarta Selatan. Kak Mut, hari itu memang khusus menerima kami untuk bersilaturahmi. Agendanya hanya satu: refreshing atau penyegaran.
Kak Mut sangat terkesan dengan datangnya dua edisi buletin Paskibraka'78 yang beliau anggap sebagai sebuah awal yang baik. Dalam kesempatan itu, Kak Mut bercerita panjang tentang sejarah bendera pusaka, latar belakang lahirnya Paskibraka, soal-soal kepemimpinan dan budi pekerti, malah sampai perkembangan terakhir tentang Paskibraka yang beliau ketahui. M Kenyataannya memang demikian. Ribuan Purna Paskibraka Nasional menantikan adanya wadah yang benar-benar dapat menjadi ajang pengabdian.
”Ketika saat itu terjadi, saya tidak punya apa-apa lagi, kecuali semangat untuk terus memacu kalian menemukan cara terbaik untuk mempersatukan diri,” tambahnya. Celakanya, ucapan Kak Mut terungkap pada saat terjadi gonjang-ganjing soal organisasi Purna Paskibraka, ditambah lagi soal Purnanya yang masih berkutat dalam beda pendapat. Itu dibuktikan dengan rencana Reuni Akbar 1993 yang tidak jadi terlaksana, padahal sebagian Purna sudah capek-capek datang dari daerah. Lalu Kak Mut menyarankan agar Paskibraka 78 menjadi pionir untuk mempersatukan semangat korps. Pada prinsipnya, nasihat Kak Mut sederhana saja. Lakukanlah apa yang terbaik untuk Paskibraka dengan hati yang tulus dan semangat kemandirian. ”Boleh saja kita mengadakan reuni, atau apa saja namanya, asal dengan kemamBergandengan tangan puan sendiri.
Tak perlu bermenyanyikan lagu ”Syukur” pikir akan mengadakan acara yang meriah atau mewahmewahan. Yang penting, nilai-nilai yang ”Tapi anggaplah pertemuan ini sebagai selama ini telah tertanam namun masih refreshing, penyegaran yang dapat meterpendam dan belum muncul ke permumacu kalian untuk memikirkan what next kaan dapat dimunculkan kembali,” ujarnya. Untuk Paskibraka,” papar Kak Mut yang Untuk mencairkan perbedaan, ”Hanya segera diamini oleh kami berlima. Ada satu jalan yang dapat dilakukan. Kalian Waktu gagasan Paskibraka lahir, papar harus berkumpul bersama-sama dalam Kak Mut, yang ada dalam benaknya hanyalah sebuah kesernpatan yang terbuka. Di sanaingin menanamkan jiwa nasionalisme dan lah kalian bisa kembali bersama-sama patriotisme kepada para pemuda Indonemengucapkan tolok 'Dharma Mulia Putra sia. ”Saya tak sempat berpikir, bagaimana Indonesia' dan 'Ikrar Putra Indonesia' sekali bila semangat dan nilai-nilai yang ditalagi,” pinta kak Mut.
Namkan itu sekarang tumbuh dan membuMaka, setahun kemudian, Agustus 1994, tuhkan tanah yang subur untuk berkembang.” 30 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Ulang janji pada Reuni Paskibraka 1978 tahun 1994, dipimpin langsung oleh Kak Mutahar. Paskibraka ’78 memulainya dengan sebuah Reuni. Di sana kami melakukan ulang janji dengan mendengarkan kata-kata ”Dharma Mulia Putra Indonesia” dan mengucapkan ”Ikrar Putra Indonesia” di hadapan Sang Merah Putih. Dan, Kak Mut sendiri bersedia memimpin Ulang Janji itu. Lalu, Kak Mut menyuruh kami mencium Sang Merah Putih sebagai kiasan siap mengabdi untuk Ibu Pertiwi, diringi lagu ”Padamu Negeri”. Semuanya dilakukan dengan tatacara yang lengkap, teratur dan tertib seperti saat Pengukuhan. Selesai penyematan lencana MPG berdasar kuning, lalu kami bergandengan tangan sambil menyanyikan lagu ”Syukur”.
Sangat indah dan merasuk ke dalam jiwa. Itulah suasana yang selalu dihadirkan Kak Mut dalam setiap kegiatan yang ”sakral” seperti itu. Ada kekuatan yang senantiasa hadir dalam ritual Paskibraka. Dan itu, sengaja dirancang dengan sempurna oleh Kak Mut melalui ungkapan kata-kata dan prosesi yang panjang.
Sejak itulah, bagi Paskibraka78 ulang janji merupakan sesuatu yang ”wajib” setiap kali bertemu. Tradisi itu kemudian coba ditularkan kepada Purna Paskibraka lainnya, termasuk dalam beberapa pertemuan besar PPI pasca 1994. Dan terakhir, dalam Reuni Paskibraka Nasional 2008. Tradisi yang baik seperti ulang janji, memang selayaknya dijaga oleh Paskibraka. Tatacara dan prosesinya pun seharusnya tetap dilestarikan sebagaimana Kak Mut dulu melakukannya. Sayangnya, dengan alasan yang tidak jelas, dalam Pengukuhan Paskibraka sekarang ini, sebagian besar prosesi itu kini telah dipenggal-penggal, bahkan dibolakbalik seenaknya.
Tak terasa lagi suasana khidmat ketika Ikrar itu diucapkan, karena dianggap hanya permainan kata-kata. Dan di antara Purna Paskibraka sendiri, semangat untuk memenggal dan mengubah prosesi terlihat sangat besar di setiap kesempatan. Seolah-olah, detil prosesi yang dirancang Kak Mut dahulu sudah terlalu kuno dan bertele-tele. Kadang, kita memang teramat kikir untuk menyisihkan waktu sedikit lebih bagi Sang Merah Putih.
Sementara untuk bersenangsenang dan hura-hura kita selalu memberikan waktu yang cukup bahkan berlebihan. Zaman dan rasa ego memang telah mengubah diri kita. Buletin Paguyuban Paskibraka Nasional 1978 Edisi September 2008 Catatan Reuni ke-2 Paskibraka’78 Bulletin Paskibraka ’78 2 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Salam ’78 Teman-teman ’78 dan Purna Paskibraka lainnya, Ketika edisi ini sedang digarap, sejumlah teman memang sudah bolak-balik menelepon, kapan buletin akan terbit. Termasuk, Kak Idik Sulaeman sendiri yang langsung menyatakan ketidaksabarannya menunggu. Kami cuma bilang, ”Sabaar, perlu sedikit pengendapan agar hasil tulisannya lebih bening.” Memang, menuliskan tentang Reuni Paskibraka Nasional agak lebih berat bagi kami, karena bukan sekadar bercerita bla-bla-bla.
Ada beberapa hal yang ”tersangkut” di dalamnya dan membutuhkan klarifikasi sehingga tidak menimbulkan bias bagi pembaca. Kalau reuninya sendiri sih berjalan sukses dan baik-baik saja. Bahkan, terlalu sukses untuk ukuran persiapan kerja Panitia yang tidak cukup sebulan. Hal itu sangat beda dengan cerita tentang Reuni Paskibraka ’78 yang tidak terbeban apa-apa. Apalagi, agenda yang direncanakan pun memang tidak membutuhkan kening yang berkerut. Kali ini, Paskibraka ’78 memang ingin kangen-kangenan dan bernostalgia dan senang-senang. Soalnya, peran menjadi ”moral force” bagi Paskibraka —seperti permintaan Kak Mutahar— telah dilakukan.
Kurun waktu 14 tahun sejak 1994, rasanya lumayan panjang. Karena itulah, isi buletin edisi ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pertama tentang Reuni Paskibraka Nasional, dan kedua tentang Reuni Paskibraka ’78. Bagi teman-teman Paskibraka angkatan lain, mohon maaf bila isi di bagian kedua sedikit agak narsis. Karena, itulah kami Paskibraka 78 yang sejak dulu begitu bangga dengan persaudaraan yang kami miliki. Kami sangat berterima kasih karena banyak teman-teman angkatan lain yang mengatakan ingin seperti kami.
Dan sebaiknya, niat itu disegerakan lantaran membangun kebersamaan bukan seperti membalik telapak tangan. Butuh waktu yang panjang untuk menyemai, memelihara dan terus menerus memupuk, sehingga pada saatnya nanti dapat menuai hasilnya. Bulletin ini diterbitkan oleh ”Paguyuban Paskibraka 1978” (PP’78) dan dikelola oleh para Purna Paskibraka 1978 yang ada di Jadebotabek dengan tujuan untuk menggalang rasa persaudaraan ( brotherhood) sesama teman seangkatan. Harapan kami, buletin sederhana ini juga dapat menjadi media komunikasi alternatif antar Purna Paskibraka, meski ruang gerak dan edarnya terbatas. Surat-surat/tulisan dapat dialamatkan ke: SYAIFUL AZRAM Pondok Tirta Mandala E4 No. 1 Depok 16415 HP.
8 E-mail: opul_78@yahoo.com BUDIHARJO WINARNO Gema Pesona AM-7, Jl. Tole Iskandar 45, Depok 16412 HP.
E-mail: muztbhe_depok @yahoo.com. © Paskibraka’78 Sebagian atau seluruh isi buletin ini dapat dikutip/diperbanyak atau dibagikan kepada Purna Paskibraka angkatan lain bila dianggap perlu, dengan menyebutkan sumber secara jelas (nama penulis dan Buletin Paskibraka’78). Paguyuban Paskibraka 1978 Ketua (Lurah) Sekretaris Bendahara: Yadi Mulyadi (Jabar) Chelly Urai Sri Ranau (Kalbar): Syaiful Azram (Sumut) Saraswati (DKI Jakarta): Arita Patriana Sudradjat (Jabar) Budi Saddewo Sudiro (Jateng) Bala Paskibraka 1978 di Jadebotabek: Budiharjo Winarno (Yogya) Sonny Jwarson Parahiyanto (Jatim) Tatiana Shinta Insamodra (Lampung) Amir Mansur (DKI Jakarta) I Gde Amithaba (Bali) Sambusir (Sumsel) Halidja Husein (Maluku) M.
Ilham Radjoeni Rauf (Sultra) Edisi September 2008 3 Bulletin Paskibraka ’78 Sajian Edisi Ini 5 -7 REUNI AKBAR PASKIBRAKA NASIONAL 2008 Sekitar 400 orang Purna Paskibraka Nasional angkatan 1967-2007 akhirnya datang meramaikan acara temu kangen pada 18 Agustus 2008. Hadir pula sejumlah pengibar bendera pusaka sebelum 1967, termasuk mantan presiden Megawati Soekarnoputri.
Arti Kehadiran Mega... 9 Selamat Reuni.... 11 Penantian Paskibraka ’87..13 Reuni pun Jadi Polemik..17 Pengertian Sebuah Reuni..
24 Alumni dan PPI.... 25 Ke Almamater Aku Kembali. 27 3 Jenderal Kumpul di ’78.. 28 Arti Sebuah Ulang Janji... 30 Galeri Foto Reuni....33 Catatan Reuni ’78.... 37 Di Antara Harap2 Cemas..
38 Mereka Semakin Gila!.. 40 Momen di Kedai Oeray.. 42 Petemuan Orang2 Kamso.. 43 Reuni Kedua dg Rasa Beda. 46 Gara2 ”Istri” Herdeman..
46 Ternyata Dia Mahruzal... 52 Detik2 Proklamasi 2008.. 53 PHI Kawah Candradimuka.. 55 Peduli pada Pembina... 56 Ziarah ke Makam Kak Mut.. 58 Reuni Paskibraka’78 Dirancang sejak jauh-jauh hari, akhirnya Paskibraka 1978 berhasil mengadakan Reuni kedua yang lebih meriah dibanding reuni pertama tahun 1994.
Mereka semakin Kamso! 37-58 4 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Paskibraka angkatan 60-an berfoto bersama Kak Idik Sulaeman.
Ketika Rasa Rindu Terobati. P agi 18 Agustus 2008. Suasana di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat 6, terlihat lain dan lebih ramai dari biasa, padahal hari itu adalah hari libur nasional.
Ternyata, di sana sedang berlangsung sebuah pertemuan besar Reuni Paskibraka Nasional. Sebenarnya, acara yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan mempertemukan kembali para pemuda yang pernah mengibarkan bendera pusaka di Istana Merdeka itu baru dimulai pukul 10.00. Tapi, sejak pukul 09.00, satu demi satu para alumni Paskibraka itu sudah datang. Ada sesuatu yang mendorong mereka untuk cepat tiba di sana: rasa rindu kepada teman-teman seangkatan, para pembina dan kakakkakak serta adik-adik se-almamater. Acara temu kangen itu memang telah dirancang dengan sempurna, meski idenya baru muncul —tak sampai— satu bulan sebelumnya.
Keinginan spontan dari sejum- lah Purna Paskibraka ketika menghadiri ulang tahun Kak Idik Sulaeman yang ke-75 (20 Juli 2008) telah direspon oleh Purna lainnya yang segera membentuk panitia dan bekerja kilat dengan didukung profesionalisme yang ada di antara mereka sendiri. Maka, hari itu berkumpullah sekitar 500 orang Purna Paskibraka mulai dari angkatan 1967 sampai 2007. Bukan saja mereka yang saat ini sudah berdomisili di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek), tapi juga yang datang langsung dari seluruh penjuru Nusantara. Lebih dari itu, Panitia —yang diketuai oleh Sjafruddin Saleh (Paskibraka 1970)— berhasil pula menghadirkan pengibar bendera pusaka tahun 1945, yakni Ilyas Karim. Juga sejumlah pengibar bendera pusaka periode 1950-1966, antara lain Toto Sudiro (1955), Nurbany Yusuf (1962) dan Megawati Soekarnoputri (1964).
Acara yang dipandu oleh Hasdar (Paski- Edisi September 2008 5 Bulletin Paskibraka ’78 braka 1976) dan Ayu Diah Pasya (Paskibraka 1980) makin semarak ketika tepat pukul 10.00 temu kangen dimulai. Satu persatu, tiap angkatan yang duduk berkelompok di meja masing-masing mulai diperkenalkan. Yang diperkenalkan lalu menyambut dengan yel-yel yang dirancang secara spontan. Sampai pukul 12.00 sebelum makan siang dimulai, setiap angkatan diundang naik ke atas pentas lalu berfoto bersama. Yodot Rar Repair Keygenguru. Ada angkatan yang memenuhi seluruh pentas karena banyak yang hadir, ada pula yang hanya berempat, berlima, bahkan berdua. Tapi tak apa, karena bagi mereka dapat melepas rindu saja sudah lebih dari cukup. Acara resmi reuni dimulai pukul 13.00 dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Disusul kata sambutan oleh Kak Sjafruddin Saleh sebagai Ketua Panitia, acara mencapai puncak dengan pelaksanaan Ulang Janji. Sekali lagi, setelah sekian lama berselang sejak Pengukuhan (dalam latihan Paskibraka di angkatannya masing-masing), mereka mendengarkan Kode Kehormatan Paskibraka, yakni ”Katakata Dharma Mulia Putera Indonesia” dan mengucapkan ”Ikrar Putera Indonesia”. (Ulang janji memang telah menjadi semacam ”ritual wajib” bila Paskibraka mengadakan pertemuan besar.
Baca: Arti Sebuah Ulang Janji) Setelah ulang janji itu, tak ada lagi yang terlalu serius, karena berjalan santai penuh dengan canda-ria. Beberapa mantan pengibar, terutama pra-1967 diajak naik ke pentas dan bercerita bagaimana dulu mereka berlatih mengibarkan bendera di Istana Merdeka.
Mewakili mereka adalah Toto Sudiro (55) dan Nurbany Yusuf (1962). Selain itu, Ilyas Karim juga didaulat untuk naik ke panggung untuk bercerita bagaimana ia bisa menjadi pengibar bendera pusaka sesaat setelah Proklamasi dibacakan oleh Bung Karno pada pagi 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Ketika acara-acara itu berlangsung, ternyata di meja resepsionis masih ada Purna Paskibraka yang berdatangan. Sebagian dari mereka baru saja tiba dari bandara Soekarno-Hatta menjelang sore, karena tidak kebagian tiket untuk penerbangan pagi harinya.
Begitulah, sekitar pukul 14.00, Megawati Soekarnoputri datang untuk memenuhi janjinya bertemu dengan Purna Paskibraka. Setelah menyalami sebagian Purna yang menyambutnya, Mega —yang pernah mengibarkan bendera pusaka pada tahun Megawati duduk bersama Ilyas Karim dan Kak Idik Sulaeman.
6 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Nurbany Yusuf dan Toto Sudiro (tengah) Lely Sagita dan gengnya, Paskibraka 1970. 1964— duduk berdampingan dengan Ilyas Karim dan Kak Idik Sulaeman.
Selanjutnya, diminta ke podium untuk menyampaikan kesan dan pesan. Seusai bercerita bagaimana Bung Karno memperlakukan bendera pusaka dan meminta Paskibraka untuk menggali sejarah tentang pengibaran bendera pusaka, Mega menyerahkan kenang-kenangan berupa foto dirinya sewaktu kecil bersama Meutia Hatta dalam peringatan detik-detik proklamasi. Dengan seulas senyum, ia pun menerima dan memasang kartu alumni yang diserahkan oleh Ketua Panitia di bajunya. Reuni usai sekitar pukul 16.00. Tak ada acara khusus untuk perpisahan, karena seluruh Purna Paskibraka yang hadir seolah tidak ingin ada perpisahan.
Mereka hanya saling berpamitan, satu demi satu, dan berharap di tahuntahun mendatang akan selalu ada pertemuan atau reuni seperti itu. *** Ayu Diah Pasya dan gengnya, Paskibraka 1980 Rieke Amru dan gengnya, Paskibraka 1989. Edisi September 2008 7 Bulletin Paskibraka ’78 Ketika Paskibraka Reuni S atu hari setelah ulang tahun kemer dekaan, mantan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) mengadakan reuni. Bertempat di gedung Mahkamah Konstitusi, anggota Paskibraka tahun 1967-2007 saling melepas rindu. Acara tersebut juga dihadiri oleh pengibar bendera dari tahun 1945 dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri, yang juga pernah bertugas mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Ik Multimedia Miroslav Philharmonik Rapidshare Library. Menjadi petugas pengibar Sang Saka Merah Putih di Istana Merdeka menjadi kebanggaan bagi mereka.
Tak sembarangan orang bisa menjadi petugas upacara karena harus melalui seleksi yang ketat. Masamasa di karantina menjelang detik-detik proklamasi menjadi kenangan terindah yang tak terlupakan.
Maka di ajang reuni ini, mereka menumpahkan segala perasaan rindu kepada teman seangkatan dan juga pembina Paskibraka. Megawati yang merupakan anggota Paskibraka tahun 1964 menceritakan bagaimana ia melaksanakan tugasnya sebagai anggota Paskibraka.
Acara temu kangen berskala besar seperti ini baru pertama kali diadakan. Meskipun banyak yang berasal dari luar Jawa, demi menghadiri acara reuni ini mereka jauhjauh datang ke Jakarta. Pengalaman menjadi regu pengibar bendera menjadi catatan penting dalam sejarah hidup mereka yang tak terlupakan. Kompas TV, 19 Agustus 2008. Reporter:Budhi Kamerawan:Udhi Penulis:Santos Editor Video:Dinda Vo: Maya. KOMENTAR DI KOMPAS TV TEMU KANGEN (125.161.148.xxx) Reuni benar-benar menjadi temu kangen dan silaturahmi alumni paskibraka nasional yang pernah bertugas di Istana Merdeka Jakarta dari semua angkatan. Dengan bertemu maka tersambung benang merah cikal bakal sejarah Paskibraka dari tahun 1945 s.d 2008.
Semoga dapat membawa angin segar dalam pembinaan Paskibraka di masa yang akan datang. MERDEKA ark (125.163.73.xxx) reuni kemarin sangat berarti bwt kami angkatan muda paskibraka. Sangat menggugah rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Semoga dari purna paskibraka bisa menjadi orang2 yang membanggakan negara tidak hanya saat kita bertugas sebagai pengawal sang saka.
Jayalah indonesiaku! PASKIBRAKA PEMUDA BANGSA (125.160.182.xxx) semoga para pemuda yang telah berjuang menjalankan tugasnya untuk bangsa dan negara ini mendapat penghargaan yang layak oleh pemimpin2 bangsa kita. PAHLAWAN RAKYAT (125.208.143.xxx) semoga dengan reuni ini, para pemimpin bangsa lebih bisa menghargai jasajasa para pahlawan. Baik yang dulu berperang untuk kemerdekaan, maupun pahlawan dalam bidang yang mengharumkan nama bangsa dan negara.
8 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Arti Kehadiran Seorang Megawati Soekarnoputri euni Paskibraka Nasional 2008 memang sedikit berbeda dari macam-macam reuni, sarasehan atau apapun nama yang pernah dipakai untuk menyebut pertemuan para Purna Paskibraka. Perbedaannya adalah karena yang hadir bukan orang yang itu-itu saja, alias mulai angkatan 1967 dan 1968 sampai ke angkatan terakhir. Sore hari setelah reuni berlangsung, media televisi menyiarkan berita dengan lead tentang kedatangan Megawati Soekarnputri dalam Reuni Paskibraka. Bagi sudut pandang media, kehadiran seorang Mega —sebagai salah satu sosok sentral dalam dunia politik Indonesia— memang R dianggap lebih penting ketimbang reuninya sendiri. Akan tetapi, bagi kita Purna Paskibraka, kemunculan Megawati dalam ajang reuni adalah sebuah kewajaran belaka. Kak Sjaf sebagai Ketua Panitia Reuni, telah mengakomodasi gagasan teman-teman, terutama Paskibraka 1978, untuk menghadirkan sejumlah orang yang diketahui pernah menjadi pelaksana pengibaran bendera pusaka di Istana Merdeka pada kurun 1950-1966. Malahan, dengan kedatangan Ilyas Karim, sosok pemuda pengibar bendera pusaka pada tahun 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta —yang sebelumnya diangkat melalui Bulletin Paskibraka 78— seolah lengkaplah Megawati menerima kartu alumni dari Ketua Panitia Reuni Sjafruddin Saleh (kiri).
Mega saat mengibarkan bendera pusaka pada 17 Agustus 1964 (kanan). Edisi September 2008 9 Bulletin Paskibraka ’78 bendera pusaka oleh para reuni kemarin dengan kepemuda utusan daerah. Hadiran para pengibar benSaat itu ia mengambil lima dera pusaka mulai 1945 pemuda-pemudi asal daesampai 2007. Yang tertingrah yang sedang belajar gal hanyalah mereka yang d Yogyakarta untuk mei pernah bertugas di Gedung ngibarkan bendera pusaka Agung Yogyakarta pada di Gedung Agung.
Periode 1946-1949. Tradisi lima pengibar seMaka, kehadiran Megabagai lambang Pancasila wati —yang juga disebut itu dilaksanakan Kak Mut sebagai Kakak dalam reuni selama ibukota berada di itu— hanya sebagai seoYogya, yakni sampai tahun rang yang pernah mengi1949. Walaupun, Bung barkan bendera pusaka Karno dan Bung Hatta pada tahun 1964. Mega — Foto kenangan Mega dan sempat diasingkan ke yang juga mantan Presiden Meutia kecil. Bangka dan bendera puRI— hadir tak ubahnya saka diselamatkan dari sitaan Belanda dengan Toto Sudiro (1955) atau Nurbany pada tahun 1948 oleh Kak Mut. Yusuf (1962) dan para pengibar sepuh Sejak 1950 sampai 1966, Kak Mut tidak lainnya. Menangani pengibaran bendera pusaka Ketika didaulat memberikan kesan-kesansetelah ibukota negara pindah lagi ke nya, Mega yang berkenan menggunakan Jakarta dan bendera pusaka dikibarkan di ”Kartu Alumni” menceritakan bagaimana Istana Merdeka.
Barulah pada tahun 1968 ketika dirinya membawa nampan berisi gagasan mendatangkan pemuda-pemudi bendera pusaka untuk dikibarkan di halaman utusan daerah itu terlaksana. Istana Merdeka 17 Agustus 1964. Adis — Namun, dalam sejumlah kesempatan — begitu panggilan manja Mega— yang saat sebelum wafatnya— Kak Mut berulang kali itu siswa kelas 3 SMA Tjikini mendapat menegaskan bahwa semua pemuda-pemudi perintah Bung Karno ikut dalam pengibaran.
Yang pernah menjadi pengibar bendera Mega kemudian meminta agar sejarah pusaka adalah bagian dari Paskibraka. Bendera pusaka dan pengibarannya kem”Carilah kakak-kakakmu itu dan ajak mereka bali digali secara lengkap. ”Pengibaran bergandengan tangan bersama untuk bendera pusaka adalah bagian dari sejarah melanjutkan pengabdian pada Nusa dan bangsa. Kita sebagai orang yang pernah Bangsa,” pesannya. Mengibarkannya punya kewajiban untuk Reuni 2008 boleh dikatakan menjadi menelusuri kembali sejarah bendera pusaka sebuah awal baru bagi Paskibraka. Ibarat itu,” harapnya.
Sebuah tonggak yang menandai perjalanan Sebagai buah tangan, dalam kesempatan ke depan dengan harapan baru dari adikitu Mega pun memberikan sebuah foto adik yang kembali menemukan kakakdirinya semasa kecil bersama Meutia Hatta kakaknya satu demi satu. Kakak-kakak ketika mengikuti upacara 17 Agustus. Dalam yang diharapkan selalu dapat menjadi foto itu Mega terlihat menutup telinga karena pembimbing adik-adiknya yang lebih muda takut terkejut mendengar dentuman meriam dalam menjalani hidup dan pengabdian 17 kali.
Dengan beban yang semakin berat. Pada tahun 1946, Kak Husein Mutahar memang menelurkan gagasan pengibaran Syaiful Azram 10 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Selamat Reuni! Berikut ini kami muat beberapa email dari Purna Paskibraka kepada kakak-kakak Paskibraka 78 dan Panitia Reuni. Ikuti komentar mereka tentang Reuni Paskibraka Nasional pada 18 Agustus 2008 yang lalu. Trimakasih byk atas info reuninya.
Maaf tidak bisa datang Banyak teman2 yang pengen reuninya diadakan lagi. Sukses n’ trimakasih bwt panitia yg berinisiatif. Salam kangen bwt tmn2 smua. HENDRIKO SEPTA HANDANA (Paskibraka Nasional 2003, Sumbar) Salam PASKIBRAKA. Buat semua, semoga persaudaraan kita tetap terjalin bersama Merah Putih. Buat Haidee (Ambon) jangan lupa kabar2i kalo ke Jakarta, mudah2an angkatan qta bisa kelacak semua (pasti seru dan termehek2 lagi).
Salam, JOICE MARCELLA (Paskibraka Nasional 1987, Sulut) makasiiihhh kak. Saya udah ngeliat video reuni akbar nasional di kompas tv, juga beritanya aku juga udah contact2 ma kakak2 lain lwt email yg kk kirimin. Sneng bgt rasanya kmren bisa ktmu tmen2 wlaupun angkatan 2006 cm 5 org yg dateng.
Yg lain lg sibuk ospek jdi gak smpet dateng. Di reuni kmaren juga saya jd knal byk senior.hehehehe. Salam buat kakak 78, sukses seLaLu. PRISILIA ABAST (Paskibraka Nasional 2006, Sulut) Selamat bereuni para alumni Paskibraka Nasional, semoga dapat mempererat tali persaudaraan di seluruh Indonesia. Salut atas kerja panitia sehingga reuni ini dapat terlaksana. Salam dari Sorong.
MAX ISACC FONATABHA (Paskibraka Nasional 1976, Papua) Kakak-kakak 78 selamat bereuni, semoga dapat menyegarkan silaturahmi persahabatan dan persaudaran yang telah lama terputus. Selanjutnya Buletin 78 selalu terbit terbit sehingga dapat membuka wacana akan pengembangan Paskibraka yang lebih baik lagi dari segi pembinaan maupun pelatihan dan tidak ada lagi KKN dan kekerasan dalam pelaksanaannya. Kepada seluruh Purna Paskibraka Nasional saya ucapkan Selamat Reuni, semoga dapat membawa semangat persatuan dan kesatuan bagi seluruh Purna Paskibraka di Indonesia.
NANANG PUJATMIKO (Paskibraka Nasional 1981, Yogya) Buat ka2k, teman2 dan adik2, Senangnya setelah 21 thn aku bisa berjumpa lagi dengan teman2 ’87 di reuni kemaren (walau hanya berlima). Tapi setelah itu atas informasi dari Tjut Nita (Aceh) dan Sulis (DIY) aku dapat melacak beberapa teman lagi.
Akhirnya aku bisa bicara dengan Ozy (DKI), I Gede Gunawan (Bali), Imik (Jatim), Furry (Jatim) dan aku bisa bertemu dengan Satri (DKI) dan bu Lurah Evi (Jabar). Aku terharu sekali sudah sekian lama aku berusaha untuk mencari mereka dan akhirnya ketemu juga, thx God!
Mudah2an tahun depan lebih banyak lagi teman2 yang datang. Mas Bhe, nderek mahargya reuni kakakkakak Paskibraka 78 dan Reuni Akbar Paskibraka Nasional. Mohon maaf tidak bisa hadir dalam Edisi September 2008 11 Bulletin Paskibraka ’78 dengan lebih nyata dalam MISI dan VISI - BAKTI NEGARA PURNA PASKIBRAKA. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh kakak-kakak dan adik-adik yang memprakarsai terwujudnya acara tersebut dengan susah payah. Mohon maaf jika kami di daerah tidak mampu berbuat banyak dan jika ada kekurangan atau kesalahan.
Mari songsong REUNI AKBAR. Di 2, 3, 4, 5 tahun mendatang. ENDANG RAHAYU (Paskibraka Nasional ’78, DIY) Lima Purna yang mewakili Paskibraka 1983 reuni akbar karena ada kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Salut kepada kakak-kakak panita yang telah berusaha keras mempertemukan para alumni Paskibraka Nasional.
HARYADI (Paskibraka Nasional 1983, Jatim) di Kediri Selamat!! Atas terlaksananya Reuni Paskibraka 78 dan Reuni Paskibraka Nasional. Semoga reuni tersebut dapat mempererat tali persatuan dan kesatuan Purna Paskibraka dan membawa kebaikan bagi pembinaan Paskibraka di seluruh Indonesia.
PPI Jakarta Timur ttd ( JOEHARI SOEMAD ) Ketua Salam PASKIBRAKA. Hanya satu 3 kata yang dapat saya ucapkan: LLUUUUAAAAARRRR. BIIAASAA HEEBBBAATT. LUAR BIASA & HEBAT. Benar-benar puas. Reuni dan temu kangen ini merupakan acara yang mampu membuat tertawa, lega, bahagia, menangis dan terharu tumpah jadi satu.
Apalagi acara tersebut mampu menghadirkan Kakak-kakak Pengibar Bendera sebelum tahun 70 an. Yang masih gagah, cantik, sehat. Seperti Kak Ilyas, Kak Totok, Kak Suyono, Kak Nurbany, Kak Megawati dll. Puji syukur yang tak terhingga. Desa Bahagia beberapa puluh tahun yang lalu. Tetap menjadi wadah dan mampu mengilhami kebahagiaan seluruh warganya. Harapan kami di daerah, perjuangan dan pertemuan kemarin merupakan titik awal kembali untuk mampu berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi.
Semoga di Reuni yad lebih heboh, lebih seru dan lebih banyak lagi yang hadir. 12 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Reuni Juga untuk Angkatan Reuni Paskibraka Nasional ternyata tidak hanya menjadi ajang temu kangen sesama pengibar bendera pusaka. Secara terpisah, pertemuan itu menjadi tempat reuni masing-masing angkatan. Berikut kami sajikan catatan reuni Paskibraka 1987. Penantian Panjang ’87 K umandang Reuni Paskibraka Nasional membuat angkatan ’87 seperti sebuah penantian panjang yang tak pernah berujung. Jauh2 hari kami sudah dihubungi Tjut Nita Zahara (Aceh) untuk bersiap-siap menabung menyisihkan sedikit dari setiap rezeki untuk menghadiri acara yang sudah lama kami rindukan.
Tiada hari tanpa sms, telepon-teleponan bahkan saling berkirim kabar melalui email. Bahkan Ozy Sjahputra (DKI) yang berada di Missouri (AS) pun terlihat lebih heboh dibandingkan kami yang di tanah air. Rasanya sudah tidak sabar kami menanti tibanya tanggal 18 Agustus seperti halnya dulu kami menanti dengan berdebar-debar tibanya tanggal 17 Agustus 1987, harinya kami menunaikan tugas mulia dalam kelompok Phinisi dan Dewaruci sebagai Paskibraka. Saya sendiri menanti hari itu dengan penuh tanda tanya: siapa saja teman yang hadir, apakah kami akan saling mengenal atau bahkan lupa wajah masing-masing.
Maklum, 21 tahun adalah waktu yg sangat, sangat lama. Bahkan, Kak Budi Winarno (Paguyuban 78) tiada henti-hentinya mengingatkan jadwal, sampai formulir yang harus kami isi untuk kepastian kehadiran kami. Setelah menyelesaikan berbagai urusan di kantor maupun tanggung jawab sebagai Pembina bagi Paskibra Maluku 2008, sayapun meninggalkan kota Ambon dengan penuh kegembiraan, seperti halnya 21 tahun lalu ketika terpilih mewakili Maluku ke Jakarta. Sepanjang perjalanan saya mengurai kembali kenangan manis plus wajah teman-teman. Ah, rasanya tidak percaya kami akan bertemu lagi. Tetapi herannya, begitu sampai di Jakarta tidak ada satupun telepon teman-teman angkatan ’87 yg bisa saya hubungi, seolaholah mereka raib entah kemana.
Begitupun ketika saya akan check-in di Hotel Paragon-Menteng, Kak Wendy Pelupessy (Paskibraka ’86, Maluku) yang sedianya akan sekamar dengan saya juga tidak bisa dihubungi. Akhirnya, saya hanya bisa menghubungi lagi-lagi Kak Budiharjo Winarno untuk menenangkan hati saya yang setengah kecewa. Itupun hanya melalui sms saja karena kalau telepon yang di dengar hanya nada tulalit.
Setelah menunggu cukup lama dengan jalan2 seputar Sarinah, barulah saya dihubungi Kak Wendy yang mengabarkan kalau saya sudah bisa masuk ke kamarnya di Hotel. Kemarin, kakakku yang cantik ini lupa mengabarkan kedatanganku di reception hotel. Setelah berbenah, karena kelelahan sayapun tertidur, lalu bermimpi indah bertemu teman-teman terkasih di Wisma Sarbini, seperti melihat sebuah perjalanan suka duka ketika menjadi Paskibraka 1987. Hari yang dinanti pun tiba. Dari pagi, Kak Wendy sudah sibuk membangunkan putrinya Pricilla Mutiara Jihan (Paskibraka 2006, Maluku) dan saya untuk segera bersiapsiap karena tidak mau terlambat ke acara Edisi September 2008 13 Bulletin Paskibraka ’78 PASKIBRAKA 1987 — Haidee, Joice Marcella, Sulis, Armeida dan Nita Zahara reuni yang bertempat di Gedung Mahkamah konstitusi. Melihat gerakannya yang gesit sayapun teringat akan sosok Bunda Bunakim ketika membangunkan kami setiap pagi untuk lari pagi atau untuk bersiap-siap menghadiri acara2 lain. Ah, saya sangat merindukan Bunda.
Tanpa terasa air mata mengambang di pelupuk mata mengingat kasih dan cintanya yang besar untuk kami. Seandainya Bunda masih ada. Pasti Beliau akan bangga melihat anak-anak didiknya mandiri meniti kehidupan ini. Dengan taksi kami menuju tempat reuni yang ternyata sudah ramai. Di pintu depan kami disambut bak selebriti yang dipenuhi kilatan lampu kamera sampai saya jadi malu (karena saya biasanya melayani masyarakat, tapi kali ini malah disambut seperti bintang). Sayapun disambut seorang ibu dengan teriakannya yang menggelegar bak petir di siang bolong.
Sayapun kaget ketika ibu itu mendekati saya dan mengucapkan nama saya selengkap-lengkapnya. Sungguh, saya sendiri tidak mengenalnya. Ketika menengok ke kanan, saya malah menjerit dan memeluk Armeida (Riau) yang wajahnya tidak berubah alias awet muda, masih sama seperti 21 tahun lalu.
Sedangkan si ibu itu, setelah diberitahu Armeida, ternyata Tjut Nita Zahara (Aceh). Saya jadi merasa bersalah karena tidak mengenalnya. Alhasil, kamipun menangis tersedu-sedu saking rindu dan terharu.
Terlebih lagi ketika saya disambut Kak Budi ’78 yang selama ini saya kenal hanya melalui tulisannya di Buletin Paguyuban ’78. Dengan penuh sayang Kak Budi menyambutku seperti seorang adiknya sendiri yang telah lama berpisah, padahal selama ini saya samasekali tidak mengenal Purna angkatan 70an atau sebelumnya. Sungguh pertemuan yang luar biasa.
Apalagi saya juga bertemu dan melepas kangen dengan Tri Broto Sulistio (Yogya) bahkan dengan Joice Marcella Massa (Sulut). Selain itu saya juga bertemu dengan kakak-kakak dari Maluku dari berbagai angkatan yang sebagian besar telah menetap di Jakarta dan di daerah lain. Juga dengan kak Saras ’78 yang ternyata sangat cantik. Acara kangen-kangenan dimulai dari pukul 10.00 sampai 13.00 WIB.
Setelah makan siang acarapun digelar satu persatu seperti tiada habis-habisnya. Saat acara ulang janji ”Ikrar Putra Indonesia” tanpa 14 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 terasa air mata ini mengalir seperti tahun 1987. Acara makin meriah dengan hadirnya Kak Megawati Soekarnoputri yang pernah bertugas tahun 1964. Saat sedang ramai-ramainya kangenkangenan, melalui handphone Ozy Syahputra berhasil menghubungi kami dari Amerika dan mengobrol dengan teman-teman lainnya.
Seakan tidak puas, kami berlima pun buru-buru meninggalkan tempat reuni dan bergegas menuju Cafe Star Buck di Plaza Senayan untuk melanjutkan pertemuan angkatan ’87 sampai lewat tengah malam. Berbagai kisah suka maupun duka kami berbagi bersama sampai merintis usaha bersama sempat pula dibicarakan. Walaupun belum terwujud, kami berharap impian tersebut dapat menjadi kenyataan di tahuntahun mendatang. Saat itu, Satriawati Chan (DKI) menyusul turut bergabung dengan suami dan anak-anaknya yang lucu. Ketika akan berpisah malam itu kami malah menyusun agenda jalan-jalan esok hari yang dipenuhi berbagai rencana ala ibuibu RT. Ah, hari yang hebat.
Terima kasih kakakkakak panitia yang telah mempertemukan kami semua dengan penuh kebahagiaan. HAIDEE ARV NIKIJULUW (Paskibraka Nasional 1987, Maluku) Reuni Jarak Jauh Ozy. Alau tidak dapat menghadiri acara reuni kemarin, saya dapat mera sakan suasana gembira yang menyelimuti acara tersebut. Ketika pertemuan di gedung masih berlangsung saya coba telepon Haidee in her cell. ”Haidee bisa dengar suara saya?” OH SENANGNYA!!!
Setelah 21 tahun saya tidak berbicara langsung dengan Haidee kemarin kami bisa ngobrol2 lagi. Ternyata angkatan 87 yang hadir hanya sedikit, lima orang to be exact. Haidee (Maluku), Cut Nita Zahara (Aceh), Armeida (Riau), Joice Marcella Massa (Sulawesi Utara), dan Tri Broto Sulistio (DIY). Sebetulnya ada beberapa teman lain yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, namun karena faktor kesehatan, urusan keluarga & pekerjaan, mereka tidak dapat menghadiri acara temu-kangen tsb. Selain dengan Haidee, saya juga sempat berbicara di telepon dengan Joice. Karena hari sudah larut di tempat saya dan temanteman akan kembli mengikuti acara, saya sudahi percakapan kami. Selanjutnya saya berusaha tidur (tapi sulit utk bisa tidur W sebab bayangan teman-teman saya dari 21 tahun yg lalu kembali ke hadapan saya).
Pukul 5 pagi, saya bangun dan kembali telepon Haidee karena diberitahukan bahwa teman-teman akan berkumpul di tempat lain seusai acara di gedung. Kali ini saya dapat berbicara dengan seluruh temanteman yang hadir. Oh senangnya.
Bahkan “istri” (pasangan saat tugas) saya dulu pun (hehehhe). Ada di sana bersama suami dan anak-anaknya. Sudah 11 tahun kami tidak kontak. Senang sekali rasanya bisa ngobrol lagi dengan Satriawati (DKI). Setelah hampir 1 jam ngobrol di telpon, saya mohon diri utk melanjutkan morning routine saya.
Sambil lari pagi, pikiran saya melayang ke kegiatan olahraga pagi yg dulu kami lakukan tiap hari. Tidak terasa, saya mulai menyanyikan lagu-lagu pemberi semangat yang dulu sering kami nyanyikan sambil berlari. Hari masih sepi, taman kota tempat saya berlari masih kosong. But I could careless kalau ada orang yang dengar saya nyanyi dengan suara sumbang sambil lari. I was remembering all my beloved friends. Lalu Edisi September 2008 15 Bulletin Paskibraka ’78 saya coba runut dari Aceh hingga Irian Jaya nama-nama teman saya. All 53 of them.
Ternyata saya masih ingat semua. Siapa Lampung putri? Surya Aprina Suud!! Found her again somewhere in the corner of my brain. Some old brain cells still keep her name, face, and the experience we shared together. Saat saya sedang duduk di meja di office, masuk email dari Joice diikuti dengan invitation to join her in Yahoo Messenger. Well, harusnya gak boleh ya kerja sambil ngobrol.
But, oh hell. Akhirnya saya ngobrol dengan Joice via YM selama lebih 1 jam.
But still I was happy kemarin karena bisa tukar2 cerita dengan Joice dan temanteman lain dari ’87. Well, sekarang pukul 5:59 pagi. Saya siap-siap mau olahraga lagi. “ Minggirlah, Minggirlah, Minggirlah. Minggirlah Paskibraka Mau Lewat. Jalannya tegap-tegap, Badannya kuat-kuat, Karena tiap pagi dua telur!!”. ”Si Ozy Masuk Paskibraka, Si Ozy Masuk Paskibraka, Lari-lari tiap pagi, Jalan Jongkok setengah mati, Si Ozy jadi kurus lagi” (this song fits my condition).
Yang lagi kangen dengan teman2 ’87, OZY SYAHPUTRA Ucapan Terima Kasih Panitia Reuni Paskibraka Nasional 2008 dengan ini mengucapkan terima kasih kepada Kakak-kakak dan Adik-adik Purna Paskibraka yang telah hadir dan mendukung acara temu kangen pada tanggal 18 Agustus 2008 sehingga berlangsung dengan sukses. Semoga di masa yang akan datang kita bisa bergandeng tangan dan lebih solid lagi dalam menggalang kebersamaan, sebagaimana kita dulu bersatu dalam Desa Bahagia. Sjafruddin Saleh Paskibraka 1970/Ketua Semua kesan dan pesan, ide/gagasan dan keluh kesah atas penyelenggaraan reuni masih dapat dikirimkan ke Sekretariat Panitia melalui email ke alamat: reunipaskibraka@yahoo.com Semoga Paskibraka tetap Jaya. Jumawal Uhady Paskibraka 1988/Sekretaris 16 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Maka, Reuni pun Jadi Polemik Pengantar: Ketika rencana Reuni Paskibraka Nasional tercetus seusai peringatan ulang tahun ke-75 Kak Idik Sulaeman, 20 Juli 2008, berbagai tanggapan muncul dari mereka yang menyebut diri Purna Paskibraka. Dengan berbagai argumentasi, sebagian mereka menolak adanya reuni, sementara yang lain tidak mempersoalkannya bahkan mendukung. Kami sengaja menghadirkan polemik yang terjadi dalam milis paskibraka_indonesia @yahoogroups.com itu apa adanya untuk sekadar menggambarkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di tubuh organisasi PPI dan para anggota pendukungnya di satu sisi dan para Purna Paskibraka lainnya yang berada di sisi lain.
Semoga dapat menjadi cerminan dan bahan pemikiran kita bersama. Bagaimana nama tersebut dapat melekat dari kita yang secara sejarahnya memilki percikan darah dari Gujarat, Negroid, bahkan China. Oleh karena itu dilihat dari sejarahnya asal muasal orang Indonesia bukan berasal dari satu keturunan, heterogen. Dengan sebuah asal yang beragam, maka dalam perkembangannya makin pula berkembang keragaman yang lain. Bahasa, adat istiadat, budaya, belum lagi bila kita bicara tentang percabangan dari keyakinan beragama.
Ditilik dari sudut tersebut, sudah sepatutnya kita berbangga hati dan selalu berpegang teguh terhadap hal tersebut, keberagaman. Sebuah nation yang berpijak dari sebuah keragaman yang dipuji banyak orang karena mampu berdiri bukan atas satu kesatuan yang iasa, karena banyak sebuah Negara berdiri karena hanya kesamaan ras, atau bahasa. Tapi tidak untuk Indonesia, dan karena itulah kita pun lahir. Pasukan Pengibar Duplikat Bendera Indonesia, PASKIBRAKA.
Sebuah nama yang diberikan oleh Almarhum Kak Mutahar, yang terus berkumandang hingga hari ini, oleh para mantan anggota Paskibraka yang tergabung dalam organisasi Purna Paskibraka Indonesia. Dalam sejarah Paskibraka, pelaksanaan pengibaran bendera tanggal 17 Agustus, dalam rangka ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pada awalnya hanya dilaksanakan di tingkat nasional, tepatnya di Istana Negara, Jakarta. Seiring dengan waktu, pelaksanaan pengibaran bukan hanya bertempat di Istana Negara, akan tetapi juga di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. Bercermin dari hal itu pula lha, akhirnya para senior kita pada tahun 1989 berkumpul di Cipayung untuk Sebuah Renungan Tentang Kepaskibrakaan Hiduplah Indonesia Raya. Sebuah bait dari lagu kebangsaan kita yang dalam bulan ini pasti akan menjadi sebuah theme song bagi kita, seluruh anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) di mana pun ia berada. Bait tersebut menandakan betapa para pendahulu kita, dengan segala pengorbanan yang telah mereka berikan, mampu menyibak segala perbedaan yang ada untuk ke Indonesiaan itu sendiri. Pernahkah terpikir oleh kita, generasi yang akhirnya bisa memiliki sebuah entitas atas sebuah nama yaitu “INDONESIA”, Edisi September 2008 17 Bulletin Paskibraka ’78 mendirikan sebuah organisasi, tempat berhimpunnya para mantan anggota Paskibraka dalam wadah Purna Paskibraka Indonesia (PPI).
Mari kita secara khusus melihat poin keanggotaan seorang Purna Paskibraka Indonesia dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Purna Paskibraka. Bahwa dalam poin tersebut, ditegaskan bahwa anggota Purna Pakibraka Indonesia (PPI) adalah seorang yang pernah bertugas sebagai pengibar bendera duplikat pusaka di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.
Haru rasanya melihat poin tersebut. Betapa para pendahulu kita, menduplikasi para founding fathers dalam mengidentifikasi entitas kita.
Melepas sekat darimana seseorang tersebut berasal. Selama ia mengibarkan bendera duplikat pusaka, maka ia adalah seorang Paskibraka, dan tentunya menjadi Purna Paskibraka Indonesia ketika ia usai bertugas. Kemudian terbetiklah kabar, akan diadakannya sebuah reuni bagi mantan anggota Paskibraka yang pernah bertugas di tingkat nasional, dalam rangka 40 (empat puluh) tahun Paskibraka, pada tanggal 18 Agustus tahun ini.
Sebuah acara yang konon kabarnya ingin membangkitkan nuansa pengibaran bagi anggota PPI yang pernah bertugas di tingkat nasional. Mendengar kabar tersebut, hati saya pun bergetar, apakah saya layak menjadi anggota PPI? Manakala saya hanya bertugas di Kota Bogor pada tahun 1997.
Layakkah juga saya, menasbihkan diri sebagai anggota PPI yang akan selalu menjadi Pandu bunda Pertiwi, selama hayat di kandung badan, yang berjanji akan mengguratkan nama INDONESIA di tiap sudut dunia. Kemudian timbul sebuah keinginan, bagaimana bila saya membuat acara serupa namun hanya tingkat asal daerah saya, kemudian mengklaim bahwa kamilah yang paling “PASKIBRAKA”. Saya yakin keinginan tersebut ada di benak masing-masing anggota PPI bila ia mengingat entitas dari mana asal ia bertugas. Bisa dibayangkan acara serupa akan marak diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. Perlu direnungkan bila hal tersebut terjadi, secara tidak sadar nanti akan berkembang eksklusivitas diri dari masing-masing anggota PPI, yang akan membuat sebuah atmosfir bilamana kita berkumpul pasti akan ada komunitas tersendiri yang terkotakkan berdasarkan asal daerah. Bila itu terjadi, apakah kita layak menyebut diri kita Purna Pakibraka Indonesia, manakala di awal saya sebutkan bahwa pembentukan organisasi ini sama halnya dengan pembentukan negara ini, membunuh sekat kedaerahan. Dengan dasar inilah saya bisa memahami mengapa Ketua Umum PPI, Dwi Putranto Sulaksono, secara pribadi menolak permintaan dari panitia acara sebagai Wakil Ketua Panitia, karena alasan yang dimuat dalam surat jawaban menggambarkan hal yang serupa.
Bersama tulisan ini pulalah saya mengajak, kepada seluruh pembaca, untuk memahami keputusan tersebut. Sebuah keputusan yang didasari sebuah keinginan untuk dapat menjadi sebuah figur bagi seluruh anggota PPI, walaupun kita tahu, Ketua Umum adalah mantan PASKIBRAKA tingkat Nasional tahun 1982.
Karena dengan pemahaman ini pulalah, saya yakin keberagaman kita dapat terjaga dalam sebuah kesatuan sampai kapan pun, seperti bangsa ini berdiri di atas sebuah keberagaman. Semoga menjadi bahan perenungan kita, bahwa Purna Paskibraka Indonesia justru akan menjadi besar, seperti halnya Indonesia itu sendiri, manakala kita mampu menumpas perbedaan dari mana kita berasal tugas. Akhir kata, selamat bertugas adik-adik PASKIBRAKA 2008 tercinta pada pelaksanaan Upacara Peringatan Hari Ulang 18 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Tahun Republik Indonesia yang ke 63, nanti pada tanggal 17 Agustus 2008. Semoga menjadi “Indonesia Raya”. Biaya yg sangat tinggi). Kan dalam AD gak ada larangan mengadakan reuni tingkat wilayah, propinsi atau nasional (saya belum menemukan ada di pasal berapa?) Jadi tidak ada yang melanggar. Kenapa sih gitu aja kok repot, sampe sampe orang yang reuni kita yg merenung.
Mereka juga manusia, tidak bolehkah mereka karena adanya kesamaan tempat tugas mengadakan temu kangen?? Itu saja Mas, jangan diartikan macem macem. Suatu saat kalo Paskibraka propinsi Balikpapan akan mengadakan reuni ya boleh boleh saja. Dan rekan rekan lainnya pasti akan mendukung, juga Paskibraka Nasional.
Lebih baik kita memikirkan dan melaksanakan apa yang telah dan bisa kita perbuat demi bangsa ini. Apa Mas Jumai gak terketuk mendengar cerita K’Ozi —(maksudnya Ozy Syahputra, Paskibraka 1987, yang sekarang ada di Amerika Serikat, Red)— yg nun jauh disana sampe segitunya didera rasa kangen yang sangat pada rekan rekannya, sampe-sampe menyanyikan lagu-lagu yg diperoleh saat latihan Paskibraka waktu lari pagi di negeri orang sana?? Jujur saya dapat merasakan apa yg dirasakan kakak saat itu, semoga tahun depan bisa hadir ya.) Mas Jumai, jangan berpikiran sempit, luaskan pikiran dalam memandang segala sesuatu. Paskibraka tetap satu walau terdiri dari beberapa bagian di dalamnya antara Nasional, Propinsi dan Wilayah serta terdiri dari tiap tiap angkatan. Itu kenyataan. Maaf kalo saya berpendapat beda, walau saya juga berasal dari Paskibraka wilayah. Tapi bagi saya rekan-rekan Paskibraka Nasional adalah saudara dan salah satu bagian dari kita juga.
DJOHARI SOMAD (PPI Wilayah Jakarta Timur 1984) SU WIBOWO Anggota PPI 1997 yang bertugas di Kota Bogor Bahan Renungan Saya setuju dgn pendapat d’ wibowo, tentang status kepaskibrakaan di seluruh Indonesia ini dan itu juga sudah di jelaskan dalam AD/ART kita, jangan dengan menyandang Paskibraka Nasional lalu menunjukkan bahwa akulah Paskibraka, itu sudah mengingkari AD/ART kita yang sudah disepakati bersama. Jadi sekali lagi di mana pun kita berada, kalo memang kita pernah menjadi Paskibraka baik tingkat kabupaten/kota dan propinsi kita semua bersaudara. Semoga ini semua bisa menjadi bahan renungan buat kita semua, dan satu hal yang terpenting kami sangat menghargai dan bangga atas keputusan KETUA UMUM PASKIBRAKA (K’ Dwi Putranto Sulaksono) dalam hal ini tidak berkenan untuk menjadi wakil ketua panitia. JUMAI AYIE (Paskibraka Kota Balikpapan Thn 1996) Jangan Berpikiran Sempit Halah.
Masih dibahas lagi to??? Betul Dik Wibowo, saya setuju spt yg adik bilang tentang status kepaskibrakaan adalah sama. Tapi dalam reuni tersebut rasanya kok, gak ada yang merasa paling Paskibraka lho. Mereka cuma temu kangen aja, kebetulan skupnya diperkecil untuk memudahkan dan membatasi peserta (kebayang kalo seluruh Paskibraka Indonesia reunian, pasti harus diadakan di Stadion Utama Senayan dg Edisi September 2008 19 Bulletin Paskibraka ’78 Masalah PPI Jauh Lebih Banyak Yth. Semua kakak dan adik Paskibraka, Melihat perkembangan dalam milis, saya jadi prihatin. Kenapa hal sepele seperti reuni kok jadi permasalahan, tapi hal besar lain justru dilupakan seperti stardarisasi pelatihan Paskibraka, website PPI yang tidak bisa diakses, atau apa yang bisa kita lakukan sebagai PPI untuk membantu masalah-masalah generasi muda sekarang atau masalah sosial, dll. Semua hal penting itu justru tidak dibahas dalam milis ini.
Bagi saya pribadi, saudara-saudara Paskibraka yang ingin reuni, atau saya menyebutnya temu kangen setelah beberapa lama tidak berjumpa, itu hal yang lumrah. Toch acara itu diadakan oleh sendiri dan untuk mereka sendiri, tanpa ada menggunakan dana dari pengurus pusat. Temu kangen ini sama saja seperti jika kita mau ngumpul-ngumpul bareng/janjian di mall dengan temen-teman kuliah atau rekan yang lain. Apakah berarti kita harus mengundang seluruh teman yang kita kenal di masa kuliah? Belum tentu kan.? Contoh kecil atas analogi yang sama adalah saat saya reunian bersama tementeman Paskibraka DIY ’96.
Saat itu saya memfasilitasi agar kami dapat berkumpul di suatu tempat. Apakah berarti saya saat itu juga harus mengundang seluruh PPI DIY? Apakah jika saya hanya bertemu dengan rekan PPI’ 96 untuk melepas rindu akan membuat gap dalam PPI DIY? Saya kira tidak. Tetapi justru sebaliknya, dengan temu kangen tersebut secara tidak langsung mempererat lagi jalinan yang telah lama dan memperkuat komitmen untuk mensupport PPI dengan cara masing-masing selama dalam satu koridor, satu visi. Dan seperti tahun 2007 saat saudara saya dari Riau memfasilitasi reunian Paskibraka Nasional ’96 di Jakarta dan kita sempat berkunjung ke Cibubur juga. Apakah berarti saat itu saudara-saudara saya angkatan ’96 itu membuat GAP dengan saudara PPI yang lain?
Ini hanya ungkapan keprihatinan saya terhadap saudara-saudara PPI, kenapa kita harus berkutat dengan hal yang tidak penting sementara masih banyak hal penting lainnya yang membutuhkan hasil pemikiran dan usaha kita. Memang saya sadari bahwa saya belum dapat berperan aktif dalam organisasi PPI, karena kesempatan yang belum ada.
Tetapi hal itu bukan menjadi halangan atas kepedulian saya terhadap PPI. PULUNG HENDYARTO (Paskibraka Nasional 1996, DI Yogya) Jangan Buruk Sangka Rekan2 sekalian, Keluarga Besar Purna Paskibraka seharusnya sependapat dgn rekan Pulung.
Saya rasa yg namanya Temu Kangen Eks Paskibraka Nasional dgn REUNI PASKIBRAKA TINGKAT NASIONAL sudah jelas beda konotasinya. Coba dicerna lagi decch maksudnya.
Temu Kangen Eks Paskibraka Nasional maksudnya hanya bagi temen2, kakak2 atau adik2 yg bertugas di Nasional. Sudah jelas toooch. REUNI PASKIBRAKA TINGKAT NASIONAL = Nacccch kalo yg ini pasti berlaku buat kita semua eks Paskibraka daerah dari Sabang sampai Merauke, siapa saja yg bisa hadir. Ya so pasti kita keluarga besar PPI atau mungkin saja yg bisa hadir hanya perwakilan temen2 daerah saja baik itu yg tugas di Nasional, Propinsi atau mungkin Kota/Kab. Saya rasa yg namanya temu kangen/ kumpul2 sesama rekan seangkatan atau tingkatan, sah dan wajar-wajar saja.
Knp musti dipermasalahkan?? Toooh temen2 berkumpul bukan untuk membentuk gap/ suatu kelompok baru, tapi hanya melepas rasa rindu yg sudah lama berpisah, kita jgn dulu berburuk sangka. Berpikir positif 20 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 laccccccch??? Skr kita do’akan saja semoga acara yg digagas ini bisa berjalan lancar, tidak mengalami hambatan, serta menghasilkan buah pikiran untuk perkembangan dan kemajuan PPI itu sendiri.
Saya baru menjelaskannya sekarang di Buletin ’78, karena saya kebetulan tidak aktif di milis. Pertama, nama Paskibraka bukan diberikan oleh Husein Mutahar, tapi lahir dari Idik Sulaeman yang menyempurnakan konsep Paskibraka pada tahun 1973. Paskibraka adalah singkatan dari PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA, bukan PASUKAN PENGIBAR DUPLIKAT BENDERA INDONESIA seperti yang adik sebutkan. Kedua, pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus untuk memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI bukan dilaksanakan di Istana Negara (di Jalan Veteran), tapi di halaman Istana Merdeka (di Jalan Medan Merdeka Utara). Ketiga, Purna Paskibraka Indonesia (PPI) bukanlah nama yang lahir dari Munas Cipayung 1989. Nama itu lahir melalui kesepakatan beberapa Purna Paskibraka dengan Direktorat PGM dalam Lokarya Program PGM di Cisarua tahun 1985 yang dituangkan dalam Surat Keputusan Dirjen Diklusepora No. KEP 091/E/0/1985.
Munas Cipayung hanya mensahkan nama ”kompromi” itu dalam sebuah AD/ART. Sebelumnya, nama organisasi yang digagas para senior (sebenarnya saya kurang setuju dengan istilah senior-junior) adalah Reka Purna Paskibraka (RPP). Namun, organisasi itu tidak berkembang di daerah, karena PGM lebih memilih menyatukan alumni Paskibraka dengan alumni pertukaran pemuda dalam Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI). PGM baru ”menyerah” dan mau memisahkan alumni Paskibraka dari PCMI setelah menyadari ada perbedaan besar antara satu dengan yang lain.
Keempat, pasal 6 AD/ART PPI tentang Keanggotaan menjelaskan bahwa harus diakui secara yuridis Paskibraka ada di nasional dan daerah sesuai tingkatannya masing-masing. Jadi, alumninya juga harus bisa legowo dan menyadari di tingkatan mana ia pernah dilatih. ATOEN (Paskibraka Bandung ’91) Kalo Mo Ikut, Bilang Aja Kakak2 & kawan2 semua.
Kita ini kan saudara semua. Kalo 3 dari 10 kita yang bersodara mau jalan ber-3 aja ke Mal, ya g pa2 dong.masa semua mo ikut.???; Kalo kita memang mau ikut, ya bilang aja. Saya percaya bakal diajak kok. Tapi kalo ada yang mau tinggal di rumah aja. Minta oleh2 aja. Moga2 dibawain, y g.??? Salam hangat buat semua saudara PPIku di seluruh Indonesia, AAP (Paskibraka DIY ’96) Sekadar Meluruskan Membaca tulisan panjang dari adik Su Wibowo di awal tadi, saya terketuk untuk sedikit memberikan beberapa koreksi dan pelurusan agar tidak memberikan informasi yang salah dan menyesatkan bagi para Purna Paskibraka di seluruh Indonesia.
Kebetulan saya tahu sedikit tentang sejarah Paskibraka langsung dari sumbernya (Kak Mutahar dan Kak Idik Sulaeman), dan pernah ikut urun rembuk dengan PGM tentang lahirnya nama PPI pertengahan tahun 80-an, jauh sebelum Dik Wibowo dan Dik Jumai jadi anggota Paskibraka. Selain itu, saya juga ikut terlibat di Panitia Pengarah (Steering Committee) ketika melakukan penyempurnaan peraturan-peraturan PPI, termasuk AD/ART pada Munas II di Lembang tahun 1995.
Mohon maaf bila Edisi September 2008 21 Bulletin Paskibraka ’78 Masalahnya akan jauh lebih runyam, jika ditelusuri apakah benar mereka menjalani latihan sesuai ketentuan Latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” dalam Gladian Sentra Daerah. Atau, mereka hanya diajari baris-berbaris lalu mengibarkan bendera tanggal 17 Agustus dengan menggunakan seragam Paskibraka. Masing-masing Purna boleh bercermin diri soal ini, lalu menempatkan dirinya secara pantas sesuai dengan apa yang dimilikinya. Apakah kemudian ia mampu menjadi kekuatan moral (moral force) sebagaimana yang diharapkan oleh Kak Mutahar, atau hanya menjadi kekuatan khusus (special force) yang membela kepentingan tertentu di atas nama Ibu Pertiwi. Yang terpenting, AD/ART PPI juga menyebutkan untuk jadi anggota PPI harus punya sertifikat tanda tamat latihan (STTL) dari Gladian Sentra, selain harus aktif mendaftarkan diri.
Yang tidak mendaftar berhak untuk tidak disebut anggota PPI, tapi ia tetap Purna Paskibraka. Ini sangat demokratis karena menyangkut hak untuk tidak menjadi anggota, sehingga dengan demikian tidak bisa didikte atau namanya dicatut oleh organisasi untuk kepentingan tertentu.
Kelima, setahu saya, para penggagas Reuni Paskibraka Nasional 2008 tak pernah menganggap apalagi menyebut diri mereka ”paling Paskibraka”. Begitu pula sekitar 500 Purna Paskibraka Nasional —pengibar bendera pusaka di Istana Merdeka— yang hadir dalam Reuni, baik yang paling muda (angkatan 2007) sampai yang paling tua (Ilyas Karim, pengibar 1945 di Pegangsaan Timur 56) atau pra-Paskibraka (1950-1966) seperti Toto Sudiro (1955), Nurbany Yusuf (1962) dan Megawati Soekarnoputri (1964). Keenam, saya sama sekali tidak mengerti hubungan antara atmosfir eksklusivitas berdasar tingkatan/angkatan atau kedaerahan yang dianggap mengancam keutuhan PPI —yang adik sebutkan— dengan dukungan adik terhadap sikap Ketua Umum PPI Dwi Putranto Sulaksono yang menolak bergabung dalam kepanitiaan Reuni. Bukankah pada tahun 2007 Paskibraka Nasional 1982 juga mengadakan reuni REUNI & SARASEHAN PURNA PASKIBRAKA INDONESIA 1995: Sejumlah Paskibraka Daerah boleh bertemu langsung dengan Kak Mutahar dalam sarasehan, walau tidak mungkin reuni dengan Paskibraka Nasional yang tidak satu almamater dengan mereka. 22 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 untuk angkatannya, dan kita yang lain tidak heboh? Malahan, pasca reuni itu, setahu saya angkatan 1982 melakukan konsolidasi besar-besaran yang menghasilkan ”kemenangan” dalam merebut tahta ”Kepengurusan” di Munas PPI Makassar.
Ketujuh, kalau saya berandai-andai jadi Ketua Umum PPI, maka secara politis saya akan memilih menerima tawaran untuk duduk dalam kepanitiaan reuni. Dengan demikian, saya akan mendapatkan semuanya, yakni dukungan dari ribuan Purna Paskibraka Nasional, tanpa kehilangan dukungan kekuatan massa dari Purna Paskibraka daerah (karena sudah saya pegang).
Barangkali, Pengurus PPI periode 19951999 (yang kebetulan Ketua Umumnya Kak Sjafruddin Saleh) lebih bijak mengambil keputusan ketika menghadapi tekanan yang sama: yakni keinginan Reuni dari Paskibraka Nasional pada tahun 1995 di satu sisi, dan Purna Paskibraka Daerah yang ”ngotot” untuk ikut serta dalam ”reuni” itu di sisi lain. Pertemuan itu akhirnya dijembatani menjadi ”Reuni dan Sarasehan Purna Paskibraka Indonesia”. Di sana, yang Purna Paskibraka Nasional mengadakan reuni. Yang bukan, cukuplah ikut sarasehan saja sambil kenalan dengan para pembina dan saudara-saudaranya yang lain. Dik Wibowo di Bogor dan Dik Jumai di Balikpapan, mulai sekarang hilangkanlah prasangka buruk itu.
Toh Reuni tidak menelurkan pernyataan apa pun yang dapat dianggap ”mengancam” PPI. Namun, saya yakin sikap tidak bersahabat dari Pengurus PPI kemarin telah menorehkan ”luka” di hati saudara-saudara mereka, yakni Purna Paskibraka Nasional. Saya khawatir, luka justru akan melahirkan benih-benih kebencian baru terhadap para Purna yang tak mampu menunjukkan diri sebagai pembawa nilai-nilai moral karena hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
SYAIFUL AZRAM (Paskibraka Nasional 1978) Sekadar Bahan Informasi B egitu sebagian Purna Paskibraka setuju untuk mengadakan Reuni Paskibraka Nasional, Panitia Kecil yang ditunjuk segera membuat persiapan karena waktu yang tersedia tidak sampai satu bulan. Berbagai masukan diberikan, bagaimana sebaiknya reuni tersebut dilaksanakan dan komunikasi seperti apa yang harus dilakukan dengan Pengurus PPI. Ketua Panitia, Kak Sjafruddin Saleh, secara pribadi lalu menghubungi PPI dan akhirnya memutuskan untuk mengajak Ketua Umum PPI ikut dalam kepanitiaan sebagai Wakil Ketua Panitia. I’tikad baik ini dilakukan untuk menjaga agar nama Paskibraka tetap baik di mata orang luar. Semestinya, ajakan itu direspon PPI dengan mengadakan kerjasama dalam pelaksanaannya.
Toh, sampai detik itu PPI sama sekali belum mengumumkan adanya satu kegiatanpun menyambut ”40Tahun Paskibraka”. Sementara sebagian alumni Paskibraka Nasional menginginkan adanya reuni.
Runyamnya, Pengurus Pusat PPI ternyata tetap beranggapan rencana kegiatan reuni itu ilegal. Suara-suara pribadi digunakan untuk menyebarkan isu reuni ilegal dan membuat polemik di mana-mana. Ketua Umum PPI sendiri kemudian mengirimkan surat kepada Panitia Reuni yang menyatakan menolak ditempatkan sebagai Wakil Ketua. Dengan demikian, PPI secara frontal telah menyatakan menentang Reuni Paskibraka Nasional yang dianggap sebagai kegiatan ilegal. Itu juga berarti, jajaran PPI berdiri di sisi yang berlawanan dengan siapapun yang hadir dalam Reuni. Dalam kenyataannya, Reuni Paskibraka Nasional tetap berlangsung dengan sukses dan dihadiri sekitar 500 orang Purna angkatan 1945-2007 dari seluruh Nusantara. *** Edisi September 2008 23 Bulletin Paskibraka ’78 Pengertian Sebuah Reuni ita sering membaca berbagai pengumuman ajakan Reuni melalui media cetak dan audio visual.
Apa sebenarnya reuni? Reuni berasal dari kata re-union yang berarti disatukan kembali. Sebuah ajakan pertemuan dengan teman-teman yang pernah dipersatukan dalam suatu almamater, setelah berpisah dalam jangka waktu tertentu. Almamater tersebut bisa berupa sekolah atau pelatihan yang menghasilkan lulusan, organisasi, hobi, profesi, teman bermain dan sebagainya. Sebetulnya, tidak ada batasan tertentu untuk penyelenggaraan reuni. Kapan saja, setiap saat, kelompok “teman lama” dalam suatu kelulusan/almamater dapat menyelenggarakan reuni jika dibutuhkan. Reuni kecil biasanya diadakan untuk lingkup satu angkatan atau tingkatan.
Reuni akbar mempunyai lingkup lebih luas yang melibatkan semua angkatan dan biasanya bertepatan dengan peringatan besar, semisal ulang tahun almamater. Susunan Panitia Reuni Akbar biasanya lebih banyak dengan mencantumkan angkatannya. Reuni, sebagaimana pengertiannya, selain untuk kembali menumbuhkan rasa empati almamaternya, juga menjadi ajang melepas kangen sekaligus menyambung kembali tali silaturahmi antar alumni yang sempat terputus akibat waktu. Sekian lama berpisah telah membuat para alumni berubah.
Ada yang sudah berkeluarga, ada yang masih bujangan. Ada yang sudah sukses, tapi tak jarang ada yang kurang beruntung. Bahkan, dari reuni kadang baru diketahui bila seorang alumni sudah meninggal dunia.
Tingkat kehadiran dalam sebuah reuni K biasanya sulit diprediksi. Mengajak alumni datang, tidak cukup hanya dengan menyediakan tempat reuni yang prestise dan representatif, atau acara yang wah. Pemberitahuannya pun setidaknya membutuhkan media yang mempunyai jangkauan luas. Kehadiran dalam sebuah reuni merupakan dorongan batin setiap alumnus. Almamater yang baik biasanya mampu ”memaksa” alumninya untuk datang kembali. Begitu banyak kenangan manis yang terlalu mahal untuk dilewatkan dan dikenang kembali bersama temanteman.
Sayang, sebagian alumni biasanya enggan datang ke sebuah reuni karena mempunyai citra buruk di masa lalu. Padahal, sebaiknya hal itu dikesampingkan karena biasanya semua akan luluh bila seseorang hadir dengan image yang lebih baik pada saat reuni. Toh reuni tidak membahas soal status sosial seorang alumnus, sehingga rasa sungkan dan malu dapat dibuang jauh-jauh. Yang dibutuhkan dalam reuni adalah bentuk kepedulian alumni terhadap almamater di mana mereka dulu dididik, tumbuh dan berkembang. Juga kepedulian terhadap sesama alumni untuk saling membantu satu sama lain.
Pesan konkritnya hanya dua: bagaimana agar alamamater dapat menghasilkan alumni yang lebih baik di masa datang dan bagaimana mengelola potensi besar yang dimililki alumni untuk kesejahteraan para alumni sendiri. Masalah realisasinya, bisa diamanatkan kepada organisasi alumni yang dapat menyusun program kerja untuk tujuan itu.
(Budiharjo Winarno) 24 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Alumni dan PPI ukan sesuatu yang mudah memang untuk menciptakan organisasi yang anggotanya merupakan alumni dari sebuah institusi/almamater yang sejenis namun berbeda dalam tingkatan atau lokasi. Meski kemudian jelas-jelas mencantumkan kata ”Ikatan”, ”Persatuan”, atau kata lain yang sejenis, selalu saja nuansa ”persaingan” atau ”kecemburuan” ada di dalamnya.
Contoh organisasi semacam itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan seterusnya. Organisasiorganisasi tersebut menghimpun orangorang dengan profesi yang sama dalam disiplin ilmu sejenis, namun hasil lulusan berbagai institusi perguruan tinggi berbeda ISEI misalnya, akan berisi sarjana ekonomi yang berasal dari universitas atau sekolah tinggi ekonomi (negeri maupun swasta). Ada dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dst dst.
Keanggotaannya juga jelas tidak otomatis (setiap sarjana ekonomi adalah anggota), karena hanya yang berminat saja yang mendaftarkan diri, itupun secara individual. Terlepas dari itu, setiap anggota ISEI toh memiliki almamater dan mereka biasanya terhimpun dalam ikatan alumni almamaternya, misalnya Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI, UGM, dst. Apakah ISEI harus melarang anggotanya mengadakan aktivitas di ikatan alumni almamaternya? Tentu tidak, karena masuknya seseorang menjadi anggota ISEI dan ”kodrat” orang tersebut sebagai alumni sebuah almamater merupakan dua hal yang berbeda.
Justru ISEI yang sebaiknya mendorong setiap ikatan alumni untuk berbuat banyak, sehingga potensinya dapat dimanfaatkan untuk memajukan organisasi. ••• Itulah yang terpikir di kepala saya dan B teman-teman lain sewaktu menjadi Steering Committee pada Munas II PPI di Lembang, Bandung, tahun 1995. Itulah pula sebabnya, ketika membuat klausul perubahan pasal tentang keanggotaan pada AD/ART PPI, kami sengaja mencantumkan kalimat pada ayat 1 sebagai berikut: ”Anggota Biasa adalah pemuda pelajar yang pernah bertugas sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka di Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten/Kotamadya pada tanggal 17 Agustus dan menjalani latihan dalam Gladian Sentra Nasional/Daerah yang dibuktikan dengan sertifikat dan mendaftarkan diri.” Artinya apa? Dari awal kami sudah tahu bahwa Munas Cipayung 1989 telah memposisikan PPI sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) yang berbasis massa, bukan lagi sekadar ikatan alumni.
Anggotanya memang Purna Paskibraka, tapi sangat luas dari berbagai daerah dan tingkatan, sehingga mempunyai potensi konflik yang besar pula. Maka, Munas Lembang 1995 berkewajiban menjamin hak asasi setiap alumni Paskibraka untuk memilih menjadi anggota PPI atau tidak. Hal itu untuk menjaga agar PPI tidak bisa mengklaim setiap alumni Paskibraka adalah anggotanya. Dengan demikian, alumni yang bukan anggota tidak bias seenaknya didikte atau dicatut namanya untuk kepentingan pribadi Pengurus PPI.
Dan akhirnya, klausul itu disahkan dalam Sidang Pleno Munas Lembang tanpa ada perubahan setitik-koma pun. Dan setahu saya, pasal itu tetap tidak berubah sampai sekarang. Entah kalau setelah saya jelaskan di sini, tiba-tiba Munas tiga tahun mendatang buru-buru menghapus bagian itu. Kalau itu terjadi, maka sempurnalah sudah Edisi September 2008 25 Bulletin Paskibraka ’78 PPI menjadikan dirinya organisasi yang otoriter dan sama sekali tidak hirau akan nilai-nilai demokratis sebagaimana disebutkan dalam kode kehormatan ”Dharma Mulia Putera Indonesia” dan kode etik ”Ikrar Putera Indonesia” (pasal 6 AD PPI). ••• Seseorang disebut sebagai Purna Paskibraka karena telah menjalankan tugas sebagai pengibar bendera pusaka dan menjalani latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Itulah sebabnya, sertifikat tanda tamat latihan (STTL) dikeluarkan oleh Gladian Sentra Nasional/Daerah.
PPI tidak mempunyai hak untuk menyatakan seseorang adalah alumni Paskibraka atau mengeluarkan Kartu Alumni, karena itu adalah hak dari Gladian Sentra yang diketahui institusi resmi penyelenggaranya. PPI hanya berhak mengeluarkan Kartu Anggota bagi alumni Paskibraka yang dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota dan benar-benar ingin mengabdikan dirinya untuk kepentingan organisasi. Dari sini, maka jelaslah sudah mana yang menjadi hak Pengurus PPI dan mana yang tidak. Bila PPI memang ingin menjadikan organisasinya semakin besar dan bermartabat, maka tugas Pengurus-nyalah untuk merekrut sebanyak mungkin Purna Paskibraka menjadi anggotanya. Lakukanlah pendekatan-pendekatan yang baik melalui adab dan sopan santun seorang ksatria terhadap saudara-saudaranya, seperti sikap kasih sayang seorang kakak kepada adik atau sebaliknya yang diajarkan dalam Desa Bahagia.
Bukan sebaliknya, bersikap seperti ”penguasa” yang memperlakukan warga —di luar wilayah kekuasaannya— dengan tidak cara tidak semestinya. Jadi, bila kemarin ada Purna Paskibraka Nasional yang ingin mengadakan reuni, mereka tidak perlu melapor kepada Pengurus PPI seperti warga yang meminta izin kepada RT/RW atau Kelurahan untuk mengadakan keramaian pesta kawin atau sunatan. Toh, Pengurus PPI bukanlah penguasa atas seluruh Purna Paskibraka, karena memang tidak ada peraturan organisasi PPI sendiri yang mengatur hal itu. Ketika keinginan reuni dari Paskibraka Nasional tercetus dan disampaikan, sebaiknya hal itu ditangkap sebagai sebuah peluang untuk dapat menghimpun kekuatan yang lebih besar yang nantinya memberi manfaat pada PPI.
Bukan sebaliknya, dianggap sebagai sesuatu yang dapat mengancam sehingga perlu dikategorikan sebagai ”kegiatan ilegal” dan isunya dihembuskan ke mana-mana. Semakin hari dan semakin dewasa, seharusnya PPI selalu bercermin diri dan mengembalikan ”khittah-nya” sebagai organisasi yang bertujuan menjadi wadah yang membina Purna Paskibraka menjadi manusia-manusia Indonesia yang lebih baik di masa datang. Otoriter, keras kepala, dan mau menang sendiri bukanlah sifat asli seorang Purna Paskibraka sebagaimana diharapkan oleh Bapak Paskibraka, Husein Mutahar. Seorang Purna Paskibraka harus bisa menjadikan dirinya sebagai kekuatan moral ( moral force) yang dapat memberikan contoh tauladan kepada yang lain. Bukan sebaliknya, membawa pengaruh buruk dari luar dan menerapkannya di lingkungan Paskibraka. Reuni hanyalah temu kangen yang wajar dilakukan kelompok Purna Paskibraka mana saja dan tak perlu menimbulkan kontroversi atau kecemburuan. Yang tidak bisa hadir di reuni karena keterbatasan ruang lingkup, tak perlu merasa jadi pecundang.
Tak ada istilah menang dan kalah dalam dunia Paskibraka. Marilah kita semua berpikir positif dan berjiwa besar. Tuhan telah mengaruniai kesempatan kepada umat-Nya masing-masing dengan cara yang adil. Jika tidak hari ini mendapatkan sesuatu, di hari lain Tuhan akan memberikan kesempatan yang lebih baik. (Budiharjo Winarno) 26 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Ke Almamater, Aku kan Kembali. Ungkin ini hanya perasaan saya, tapi kok rasanya memang benar. Ada fenomena yang menarik dalam Reuni Paskibraka Nasional, 18 Agustus lalu, yang bagi sebagian orang mungkin dianggap biasa-biasa saja.
Dalam reuni yang agak hiruk-pikuk dengan mereka yang saling berpelukan hangat lalu bercerita tentang masa lalu dengan serunya tanpa sadar banyak orang lain di sekitarnya, saya melihat kehadiran sejumlah Purna yang kebetulan pernah menjadi pengurus teras PPI pada periode-periode yang lalu. Seingat saya, beberapa di antaranya pernah menjadi orang yang ”berseberangan” pendapat dengan Purna yang lain pada saat menjadi ”pembesar” di PPI. Kalau tidak separah itu pun, minimal mereka ”abai” dengan almamaternya karena lebih mementingkan ”kedudukannya” di PPI. Kini, setelah masa berlalu, ketika jabatan tak lagi ada di tangan dan ”kekuatan” beralih kepada yang lain, memang tak ada lagi yang tersisa. Tempat berlabuh dan kebanggaan itu ternyata hanya ada pada satu tempat, yakni almamater tempat mereka di-”orang”-kan, yakni Paskibraka Nasional. Di almamater-lah ditemukan teman seiring (satu angkatan) tempat mereka melepas kerinduan.
Di almamater jugalah mereka merasakan betapa kuatnya rasa kebersamaan dan persaudaraan. Sesuatu yang mungkin tidak mereka temukan di antara sesama Pengurus waktu masih menjabat.
Pada hari reuni itu, saya sempat berdiri terpaku di sebuah sudut sambil mengamati mereka. Dalam diri mereka terlihat M keinginan yang begitu kuat untuk larut dalam suasana reuni. Tapi di sisi lain ada rasa sungkan, seolah-olah ada ratusan pasang mata yang menyorot tajam. Atau bibir-bibir mencibir, ”Ah, akhirnya datang juga ke sini. Padahal dulu waktu jadi pengurus sombongnya bukan main.” Akhirnya saya pun jadi tersenyum sendiri. ”Ternyata benar apa yang saya pikirkan selama ini, bahwa korps tempat asal Paskibraka dilahirkan jauh lebih kuat dari perkumpulan lain yang dilandaskan kepentingan,” ucap batin saya.
Dan bagi seorang Purna Paskibraka, waktu empat tahun dalam satu periode kepengurusan (atau dua periode sekalipun), ternyata terlalu pendek untuk menghasilkan sesuatu yang lebih mahal dan indah dibanding satu bulan di asrama bersama teman-teman seangkatan. Iseng-iseng, saya pun lalu mencoba menghitung-hitung, siapa lagi yang tidak hadir dalam reuni itu. Akhirnya saya menemukan beberapa orang di antaranya yang tergolong ”ciut nyali”.
Alasannya mungkin sederhana, karena selama ini mereka selalu menjadi trouble maker. Reputasinya sudah sering terdengar miring karena masih menyisakan sejumlah ”urusan pribadi” di kalangan Purna sendiri.
Selain itu, ada pula Purna yang biasanya selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan nostalgia seperti itu, bahkan tergolong ”senior”, tapi kali ini tidak menampakkan diri. Konon, mereka termasuk orang-orang yang ”setia” pada Pengurus PPI. Tentu saja mereka tak mau datang, bahkan ikut-ikutan menyebarkan seruan kalau reuni tersebut ilegal. Biarlah, mungkin dalam reuni selanjutnya hatinya terketuk untuk datang.
(Syaiful Azram) Edisi September 2008 27 Bulletin Paskibraka ’78 3 Jenderal Kumpul di ’78 euni Paskibraka Nasional ternyata membawa kebahagiaan tidak terkira bagi Paskibraka ’78. Tidak lama setelah kami duduk di ruangan reuni, tibatiba mantan Danpas pagi Kak Jusuf Mucharam hadir. Jenderal yang mantan Kapolda Timtim dan sekarang aktif di kantor Yayasan Veteran ini tampak bugar dan energik. Menjelang siang, disusul pula dengan kehadiran Danpas sore yaitu Kak Adrian Daniel. Sejak 16 Agustus, Jenderal yang mantan Kapolda Bengkulu itu memang tetap mendampingi Paskibraka 78 mengadakan reuni.
Pertemuan itu sangat mengharukan. Keduanya berangkulan akrab ibarat dua saudara yang sudah lama sekali berpisah. Walaupun satu korps di Kepolisian, sejak 1978 Kak Jusuf dan Kak Adrian sangat R jarang bertemu karena tempat tugas yang berbeda. Saat acara bergulir, datang pula mantan pelatih Kak Sutrisno SP Jendral AU mantan. Panglima Komando Operasional (Pangkoops) AU ini mendapat surprise ketika melihat Kak Jusuf dan Adrian hadir di sana dan menyambut dengan hangat. Mereka saling berpelukan begitu erat, membuat merinding Paskibraka 78 yang menyaksikannya.
30 tahun lalu, ketiganya masih perwira muda yang secara kebetulan dipertemukan dalam latihan Paskibraka 1978. Selain melaksanakan tugas melatih bagi Kak Tris serta Komandan Paskibraka (Danpas) bagi Kak Jusuf dan Adrian, mereka bertiga adalah perwira ABRI pertama di Paskibraka yang secara langsung ikut menjalani Latihan ”Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Sebagai angkatan yang paling solid dan lengkap, Paskibraka 78 didaulat naik ke pentas untuk bercerita, diwakili Yadi dan Chelly (Lurah Putra dan Putri), Kak Trisno (Pelatih) serta Kak Jusuf dan Kak Adrian (Komandan Paskibraka 78).
28 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Di akhir latihan, mereka juga melakukan Renungan Jiwa dan dikukuhkan langsung oleh Kak Idik Sulaeman (waktu itu Direktur PGM) menjadi Pendamping Pemuda (kendit kuning). Itulah pula yang membuat ketiganya tampak beda dengan mantan Danpas yang lain.
Kak Tris sebenarnya adalah Danpas 1977, tapi baru tahun 1978 ikut dikukuhkan. Pengalaman ikut langsung dalam seluruh agenda latihan, termasuk mengikuti ceramah setiap malam dan menghayati kehidupan Desa Bahagia sebagaimana mestinya, ternyata memberikan kesan mendalam pada ketiganya. Itu pula yang akhirnya mendorong Korps 78 sangat solid sejak 30 tahun lalu sampai sekarang, termasuk Komandan dan pelatihnya. Pada Reuni Pertama Paskibraka 78 tahun 1994, ketiganya memang tidak hadir. Namun, dalam reuni kedua yang bersamaan dengan reuni akbar, ketiganya dapat bersamasama lagi.
Ketika seluruh peserta reuni melakukan ulang janji, ketiganya pun kembali mengucapkan ”Ikrar Putera Indonesia” seperti yang mereka lakukan dulu. Tak ada kebanggaan lain di mata Paskibraka 78, kecuali kami telah dikaruniai dengan orang-orang yang sejak awal sangat peduli dengan Paskibraka. Kami juga beruntung karena dibimbing oleh para pembinapembina terbaik, mulai Kak Husein Mutahar, Kak Idik Sulaeman, Kak Soebedjo, Kak Dharminto dan Bunda Bunakim. Sayangnya, pada Reuni Paskibraka Nasional kemarin, keutuhan persaudaraan yang begitu erat di Paskibraka 78 tidak lagi dapat dilihat oleh seluruh pembina. Hanya Kak Idik Sulaeman yang dapat menyaksikannya, karena yang lain telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta. (Budi Winarno) Kak Jusuf, Kak Adrian dan Kak Trisno menjalani prosesi Pengukuhan sebagai Pendamping Pemuda dipimpin oleh Kak Idik Sulaeman serta didampingi Kak Dharminto (memegang bendera) dan Bunda Bunakim.
Pengucapan Ikrar (bawah) dan pemasangan kendit (atas). Edisi September 2008 29 Bulletin Paskibraka ’78 Arti Sebuah Ulang Janji inggu 14 November 1993, di sebuah sore yang cerah, kami lima Purna Paskibraka 1978 sedang asyik berbincang dengan Kak Husein Mutahar di rumahnya, Jalan Prapanca Buntu 119 Jakarta Selatan. Kak Mut, hari itu memang khusus menerima kami untuk bersilaturahmi. Agendanya hanya satu: refreshing atau penyegaran.
Kak Mut sangat terkesan dengan datangnya dua edisi buletin Paskibraka'78 yang beliau anggap sebagai sebuah awal yang baik. Dalam kesempatan itu, Kak Mut bercerita panjang tentang sejarah bendera pusaka, latar belakang lahirnya Paskibraka, soal-soal kepemimpinan dan budi pekerti, malah sampai perkembangan terakhir tentang Paskibraka yang beliau ketahui. M Kenyataannya memang demikian. Ribuan Purna Paskibraka Nasional menantikan adanya wadah yang benar-benar dapat menjadi ajang pengabdian. ”Ketika saat itu terjadi, saya tidak punya apa-apa lagi, kecuali semangat untuk terus memacu kalian menemukan cara terbaik untuk mempersatukan diri,” tambahnya. Celakanya, ucapan Kak Mut terungkap pada saat terjadi gonjang-ganjing soal organisasi Purna Paskibraka, ditambah lagi soal Purnanya yang masih berkutat dalam beda pendapat. Itu dibuktikan dengan rencana Reuni Akbar 1993 yang tidak jadi terlaksana, padahal sebagian Purna sudah capek-capek datang dari daerah.
Lalu Kak Mut menyarankan agar Paskibraka 78 menjadi pionir untuk mempersatukan semangat korps. Pada prinsipnya, nasihat Kak Mut sederhana saja. Lakukanlah apa yang terbaik untuk Paskibraka dengan hati yang tulus dan semangat kemandirian. ”Boleh saja kita mengadakan reuni, atau apa saja namanya, asal dengan kemamBergandengan tangan puan sendiri. Tak perlu bermenyanyikan lagu ”Syukur” pikir akan mengadakan acara yang meriah atau mewahmewahan. Yang penting, nilai-nilai yang ”Tapi anggaplah pertemuan ini sebagai selama ini telah tertanam namun masih refreshing, penyegaran yang dapat meterpendam dan belum muncul ke permumacu kalian untuk memikirkan what next kaan dapat dimunculkan kembali,” ujarnya.
Untuk Paskibraka,” papar Kak Mut yang Untuk mencairkan perbedaan, ”Hanya segera diamini oleh kami berlima. Ada satu jalan yang dapat dilakukan. Kalian Waktu gagasan Paskibraka lahir, papar harus berkumpul bersama-sama dalam Kak Mut, yang ada dalam benaknya hanyalah sebuah kesernpatan yang terbuka. Di sanaingin menanamkan jiwa nasionalisme dan lah kalian bisa kembali bersama-sama patriotisme kepada para pemuda Indonemengucapkan tolok 'Dharma Mulia Putra sia. ”Saya tak sempat berpikir, bagaimana Indonesia' dan 'Ikrar Putra Indonesia' sekali bila semangat dan nilai-nilai yang ditalagi,” pinta kak Mut.
Namkan itu sekarang tumbuh dan membuMaka, setahun kemudian, Agustus 1994, tuhkan tanah yang subur untuk berkembang.” 30 Edisi September 2008 Bulletin Paskibraka ’78 Ulang janji pada Reuni Paskibraka 1978 tahun 1994, dipimpin langsung oleh Kak Mutahar. Paskibraka ’78 memulainya dengan sebuah Reuni. Di sana kami melakukan ulang janji dengan mendengarkan kata-kata ”Dharma Mulia Putra Indonesia” dan mengucapkan ”Ikrar Putra Indonesia” di hadapan Sang Merah Putih. Dan, Kak Mut sendiri bersedia memimpin Ulang Janji itu. Lalu, Kak Mut menyuruh kami mencium Sang Merah Putih sebagai kiasan siap mengabdi untuk Ibu Pertiwi, diringi lagu ”Padamu Negeri”. Semuanya dilakukan dengan tatacara yang lengkap, teratur dan tertib seperti saat Pengukuhan.
Selesai penyematan lencana MPG berdasar kuning, lalu kami bergandengan tangan sambil menyanyikan lagu ”Syukur”. Sangat indah dan merasuk ke dalam jiwa. Itulah suasana yang selalu dihadirkan Kak Mut dalam setiap kegiatan yang ”sakral” seperti itu. Ada kekuatan yang senantiasa hadir dalam ritual Paskibraka. Dan itu, sengaja dirancang dengan sempurna oleh Kak Mut melalui ungkapan kata-kata dan prosesi yang panjang. Sejak itulah, bagi Paskibraka78 ulang janji merupakan sesuatu yang ”wajib” setiap kali bertemu. Tradisi itu kemudian coba ditularkan kepada Purna Paskibraka lainnya, termasuk dalam beberapa pertemuan besar PPI pasca 1994.
Dan terakhir, dalam Reuni Paskibraka Nasional 2008. Tradisi yang baik seperti ulang janji, memang selayaknya dijaga oleh Paskibraka. Tatacara dan prosesinya pun seharusnya tetap dilestarikan sebagaimana Kak Mut dulu melakukannya. Sayangnya, dengan alasan yang tidak jelas, dalam Pengukuhan Paskibraka sekarang ini, sebagian besar prosesi itu kini telah dipenggal-penggal, bahkan dibolakbalik seenaknya. Tak terasa lagi suasana khidmat ketika Ikrar itu diucapkan, karena dianggap hanya permainan kata-kata. Dan di antara Purna Paskibraka sendiri, semangat untuk memenggal dan mengubah prosesi terlihat sangat besar di setiap kesempatan.
Seolah-olah, detil prosesi yang dirancang Kak Mut dahulu sudah terlalu kuno dan bertele-tele. Kadang, kita memang teramat kikir untuk menyisihkan waktu sedikit lebih bagi Sang Merah Putih.
Sementara untuk bersenangsenang dan hura-hura kita selalu memberikan waktu yang cukup bahkan berlebihan. Zaman dan rasa ego memang telah mengubah diri kita.